Minggu, 26 Oktober 2014

TASAWUF DALAM ISLAM



Muqoddimah

Islam agama ajaran yang universal, menyangkut berbagai segi, baik jasmani dan rohani, fisik dan non fisik, lelaki–perempuan, orang tua dan anak-anak, masalah ibadah, keyakinan aqidah tauhid, muamalah, jinayat uqubat, munakahat, waratsat, dan semua masalah duniawi dan ukhrowi. Keunivesalan ini tentu saja akan menarik perhatian si penganut ajaran (muslim) sendiri, bahkan pihak lawan sekalipun (kaum non muslim). Untuk memahami seluk beluk Islam, seorang muslim dituntut untuk lebih banyak menggali dengan metode nalar istiqra di satu sisi, dan sisi lainnya kajian sam’iyah dari sanad-sanad yang tersusun rapi.

Pesan-pesan dilalah tsubut ajaran Islam yang tertuang dalam kitabnya, Al-Qur’an dan al-Haditsnya, di satu sisi dilalahnya sudah nyata terungkap, dan sisi lainnya oleh pihak kaum muslim yang lain masih awam), dilalah tsubut tersebut masih dianggap tersembunyi. Inilah salah satu sebab kaum muslim terus menggali dan memahami pesan-pesan tersebut, hingga akhirnya timbul metode baru atau ilmu baru bagaimana merefleksikan ajaran Islam secara paripurna.

Perkembangan pemahaman dan pengamalan kaum muslimin terhadap semua ajarannya, tak hanya sebuah cerita ritual, melainkan justru mengasilkan ilmu-ilmu baru. Ilmu pengetahuan baru inilah yang menyebabkan lahirnya beberapa disiplin ilmu pengetahuan dalam Islam, dimana salah satu di antaranya adalah lahirnya ilmu tasawuf yang akan dibahas dalam isi makalah ini. Sesungguhnya,  Ilmu tasawuf  ialah salah satu cabang dari ilmu-ilmu Islam yang utama, seperti halnya ilmu Tauhid (Ushuluddin) dan ilmu Fiqih. 

Dalam ilmu Tauhid akan dibahas tentang soal-soal i’tiqad (kepercayaan) mengenai hal ketuhanan, kerasulan, hari akhir, ketentuan qadla’ dan qadar Allah  dan sebagainya. Ilmu Fiqih ini lebih membahas tentang hal-hal ibadah yang bersifat dhahir (lahir), seperti soal shalat, puasa, zakat, ibadah haji dan sebagainya. Sedangkan ilmuTasawuf lebih membahas soal-soal yang bertalian dengan akhlak, budi pekerti, amalan ibadah yang bertalian dengan masalah bathin (hati), seperti: cara-cara ihlash, khusu’, taubat, tawadhu’, sabar, redhla (kerelaan), tawakkal dan yang lainnya.


Dari paparan diatas, kiranya sangat perlu kita pahami beberapa materi yang terkait dengan tasawwuf ini, namun kali ini sebagai langkah awal dibatasi pada beberapa hal, anata lain: a)  Apa pengertian ilmu Tasawuf?, b) Apa saja pokok-pokok ajaran Tasawuf?, dan c) Bagaimana kedudukan ilmu Tasawuf dalam Islam?


1. Pengertian Ilmu Tasawuf

Pengertian Tasawuf, agar tercapai pada maksud, baiklah kita bagi dua pengertian, pertama secara etimolosgis dan kedua terminologis. Kata tasawuf berasal dari musytaq تصوف ,  secara etimologi dari kata "suf" (صوف), yang berarti pakain dari wol, ini merujuk kepada jubah sederhana yang dikenakan oleh para asetik Muslim, namun tidak semua Sufi mengenakan jubah atau pakaian dari wol. Teori etimologis yang lain menyatakan bahwa akar kata dari Sufi adalah Safa (صفا), yang berarti kemurnian. Hal ini menaruh penekanan pada kemurnian hati dan jiwa. Teori lain mengatakan bahwa tasawuf berasal dari kata Yunani theosofie artinya ilmu ketuhanan.

Dalam pemahaman yang lain menyarankan, masih pengertian etimologis, bahwa kata Sufi berasal dari "Ashab al-Suffa" ("sahabat beranda") atau "Ahl al-Suffa" (orang-orang beranda), yaitu sekelompok muslim pada zaman Rasulullah SAW yang selalu menghabiskan waktu mereka di beranda masjid Nabi, mendedikasikan waktunya untuk berdoa dan berdzikir. Pemahaman inilah menjadi pengertian tasawwuf secara istilah (terminologis)

Tasawuf dalam pengertian istilah (terminologis) adalah ilmu untuk mengetahui bagaimana cara menyucikan jiwa, menjernihan akal, membina akhlaq, membangun mental dhahir dan batin dan untuk memporoleh keseimbangan, kedamaian, dan kebahagian hidup yang abadi.


2. Pokok-pokok Ajaran Tasawuf

Sebagai sebuah ilmu, Ilmu Tasawuf memiliki sistem dan materi kajian yang lebih konprehenship. Manakala ditinjau dari lingkup materi pembahasannya, ilmu tasawuf terbagai menjadi tiga macam, yaitu: Tasawuf Aqidah dan Tasawuf Aqidah

Tasawuf Aqidah, yaitu kajian ilmu tasawwuf yang menekankan pada  masalah-masalah metafisis (hal-hal yang ghaib) meliputi kajian keimanan terhadap Tuhan, adanya Malaikat, Syurga, Neraka dan sebagainya. Karena itu, setiap Sufi menekankan kehidupan yang bahagia di akhirat, mereka memperbanyak ibadahnya untuk mencapai kebahagiaan surga. Untuk mencapai kebahagiaan tersebut, maka Tasawuf Aqidah berusaha melukiskan ketunggalan Hakikat Allah, yang merupakan satu-satunya yang ada dalam pengertian yang mutlak.

Kemudian melukiskan alamat Allah SWT, dengan menunjukkan sifat-sifat ketuhanan-Nya. Salah  satu indikasi Tasawuf Aqidah, ialah pembicaraannya terhadap sifat-sifat Allah, yang disebut dengan “Al-Asman al-Husna”, yang oleh Ulama Tarekat dibuatkan zikir tertentu, untuk mencapai alamat itu, karena beranggapan bahwa seorang hamba (Al-‘Abid) bisa mencapai hakikat Tuhan lewat alamat-Nya (sifat-sifat-Nya).

Tasawuf Ibadah, yaitu Tasawuf yang menekankan pembicaraannya dalam masalah rahasia ibadah (Asraru al-‘Ibadah), sehingga di dalamnya terdapat pembahasaan mengenai rahasia Taharah (Asraru Taharah), rahasia Salat (Asraru al-Salah), rahasia Zakat (Asraru al-Zakah), rahasia Puasa (Asrarus al-Shaum), rahasia Hajji (Asraru al-Hajj) dan sebagainya.

Di dalam kajian tasawuf ibadah, seorang hamba yang melakukan ibadah itu memiliki tingkat dan kafasitas yang terukur levelnya, oleh karena itu si hamba dalam beribadah dibagi menjadi tiga tingkatan, yaitu: 1)  Tingkatan orang-orang biasa (Al-‘Awam), sebagai tingkatan pertama, 2) Tingkatan orang-orang istimewa (Al-Khawas), sebagai tingkatan kedua, dan  3)  Tingkatan orang-orang yang teristimewa atau yang luar biasa (Khawas al-Khawas), sebagai tingkatan ketiga. Kalau tingkatan pertama dimaksudkan sebagai orang-orang biasa pada umumnya, maka tingkatan kedua dimaksudkan sebagai para wali (Al-Auliya’), sedangkan tingkatan ketiga dimaksudkan sebagai para Nabi (Al-Anbiya’).

Dalam Fiqh, diterangkan adanya beberapa syarat dan rukun untuk menentukan sah atau tidaknya suatu ibadah. Tentu saja persyaratan itu hanya sifatnya lahiriah saja, tetapi Tasawuf membicarakan persyaratan sah atau tidaknya suatu ibadah, sangat ditentukan oleh persyaratan yang bersifat rahasia (batiniyah). Oleh karena itu, menurut  Ulama Tasawuf sering mengemukakan kalsifikasi ibadah menjadi beberapa bagian, misalnya thaharah dibaginya menjadi empat tingkatan: 1)  Taharah yang sifatnya mensucikan anggota badan yang nyata dari hadath dan najis, 2) Taharah yang sifatnya mensucikan anggota badan yang nyata dari perbuatan dosa, 3) Taharah yang sifatnya mensucikan hati dari perbuatan yang tercela, dan 4)  Taharah yang sifatnya mensucikan rahasia (roh) dari kecendrungan menyembah sesuatu di luar Allah SWT.

Kajian Tasawuf selalu menelusuri persoalan ibadah sampai kepada hal-hal yang sangat universal, konprehensip, mendalam, dan bersifat rahasia. Oleh karena itu, maka ilmu ini sering dinamakan Ilmu Batin, sedangkan Fiqh sering disebut Ilmu Zahir.

Tasawuf Akhlaqi, yaitu Tasawuf yang menekankan pembahasannya pada budi pekerti, yang menghantarkan manusia mencapai pada kesimbangan moralitas, keserasian hati sanubari untuk mencapai kebahagiaan dunia dan akhirat.

Dalam kaitan ini, seorang yang mau merambah menelusuri kajian tasawuf akhlaqi ia harus memahami dan menyelami beberapa masalah akhlaq mahmudah, antara lain: 1) Bertaubat (At-Taubah); yaitu keinsafan seseorang dari perbuatannya yang buruk, sehingga ia menyesali perbuatannya, lalu melakukan perbuatan baik, 2)  Bersyukur (Asy-Shukru); yaitu berterima kasih kepada Allah, dengan mempergunakan segala nikmat-Nya kepada hal-hal yang diperintahkan-Nya, 3) Bersabar (Ash-Sabru); yaitu tahan terhadap kesulitan dan musibah yang menimpanya, 4) Bertawakkal (At-Tawakkul); yaitu memasrahkan sesuatu kepada Allah SWT. Setelah berbuat sesuatu semaksimal mungkin untuk mencapai tujuan, dan 5) Bersikap ikhlas (Al-Ikhlas); yaitu membersihkan perbuatan dari riya (sifat menunjuk-nunjukkan kepada orang lain, demi kejernihan perbuatan yang kita lakukan).

Jika dilihat sepintas hampir sama dengan kajian akhlak, akan tetapi sesungguhnya berbeda, jika pembicaraan akhlak menuju kepada pembahasan yang lebih kepada mengemukakan indikasi lahiriyahnya saja, maka di dalam kajian Tsawwuf lebih dalam lagi, yaitu hingga menelusuri kerahasiaannya.

Misalnya, pembicaraan taubat, syukur, sabar, tawakkal dan ikhlas, dibahas dengan mengemukakan indikasi lahiriyahnya saja, maka hal itu termasuk lingkup pembahasan akhlaq, tetapi bila dibahasnya sampai menelusuri rahasianya, maka hal itu termasuk Tasawuf. Sehingga dari sinilah kita dapat melihat perbedaan Akhlaq dengan Tasawuf, namun dari sisi lain dapat dilihat kesamaannya, yaitu keduanya sama-sama tercakup dalam sendi Islam yang ketiga (Ihsan).

Dalam tatanan realitas, sisi corak pemikiran konsepsi (teori-teori) yang terkandung di dalam kajian tasawwuf,  hal itu bisa menjadi Tasawuf Salafi, Tasawuf Sunni dan Tasawuf Falsafi. Dalam Tasawuf Salafi dan Tasawuf Sunni, system peribadatan dan teori-teori yang digunakannya sama dengan yang telah dilakukan oleh Ulama-Ulama Salaf, sehingga kadang-kadang Tasawuf Sunni disebut juga Tasawuf Salafi.

Akan tetapi, berbeda dengan Tasawuf Falsafi, ajarannya sudah dimasuki oleh teori-teori Filsafat,  misalnya dipengaruhi oleh Filsafat Yahudi,; Filsafat Kristen dan Filsafat Hindu. Oleh karenanya, tidak sedikit ajarannya yang hampir sama dengan agama yang mempengaruhinya, terutama konsepsi yang digunakan untuk mendapat hakikat ketuhanan, kita kenal dengan istilah “Al-Hulul” (larutnya sifat ketuhanan ke dalam sifat kemanusiaan), “Al-Ittihad” (leburnya sifat hamba dengan sifat Allah), “Wihdatu al-Wujud” (menyatunya hamba dengan Allah) dan sebagainya. Inilah istilah bahasa yang menjadi masalah krusial dan folemik, karena adanya ajaran Mistik umat-umat terdahulu, yang telah ditransformasikan oleh Ulama Tasawuf ke dalam Islam. 

Barangkali ada tata caranya yang sudah dikembangkan oleh Ulama Tasawwuf yang ditentukan sebagai ajaran Tarekat pada masa sesudahnya yang akhirnya tidak persis sama dengan Tasawuf yang telah dipraktekkan oleh Ulama Sahabat dan Tabin di abad pertama dan kedua Hijriyah. Tentu saja, perkembangannya itu hanya sekedar memenuhi tuntutan zaman yang dilaluinya, sedangkan prinsipnya tidak bertentangan dengan pengalaman Ulama-Ulama Salaf


3. Kedudukan Ilmu Tasawuf dalam Islam

Diakui bahwa tidak ada satupun ayat atau Hadith yang memuat kata Tasawuf atau Sufi, karena istilah ini baru timbul ketika Ulama Tasawuf berusaha membukukan ajaran itu, dengan bentuk ilmu yang dapat dibaca oleh orang lain. Upaya Ulama Tasawuf memperkenalkan ajarannya lewat kitab-kitab yang telah dikarangnya sejak abad ketiga Hijriyah, dengan metode peribadatan dan istilah-istilah (symbol Tasawuf) yang telah diperoleh dari pengalaman batinnya, yang memang metode dan istilah itu tidak didapatkan teksnya dalam Al-Qur’an dan Hadith.

Tetapi sebenarnya hal tersebut, didasarkan pada beberapa perintah Al-Qur’an dan Hadith. Ulama Tasawuf membuat suatu metode untuk melakukannya dengan istilah “Suluk”. Karena kalau tidak didasari dengan metode tersebut, maka tidak ada bedanya dengan akhlaq mulia terhadap Allah. Jadi bukan lagi ajaran Tasawuf, tetapi masih tergolong ajaran Akhlaq.

Tasawuf merupakan pengontrol jiwa dan membersihkan manusia dari kotoran-kotoran dunia di dalam hati, melunakan hawa nafsu, sehingga rasa takwa hadir dari hati yang bersih dan selalu merasa dekat kepada Allah. Tujuan tasawuf itu menghendaki manusia harus menampilkan ucapan, perbuatan, pikiran, dan niat yang suci bersih, agar menjadi manusia yang berakhlak baik dan sifat yang terpuji, sehingga menjadi seorang hamba yang dicintai Allah swt. Oleh karena itu, sifat-sifat yang demikian perlu dimiliki oleh seorang muslim.


Namun, dengan bertasawuf, seseorang akan bersikap tabah, sabar, dan mempunyai kekuatan iman dalam dirinya, sehingga tidak mudah terpengaruh atau tergoda oleh kehidupan dunia yang berlebihan dengan bersikap qonaah, yaitu sabar dan tawakal, serta menerima apa yang telah diberikan Allah walaupun sedikit. Sehingga, Tasawuf betul-betul mendapatkan perhatian yang lebih dalam ajaran Islam, walaupun sebagian ulama fikih menentang tasawuf ini, karena dianggap bid'ah dan orang yang mempelajarinya telah berbuat syirik, karena tidak berpedoman kepada Al-Quran dan Sunnah.

Banyak ayat-ayat Al-Quran dan hadits yang memerintahkan manusia supaya bertobat, sabar, tawakal, bersikap zuhud, ikhlas dan ridha kepada Allah swt, serta membersihkan diri dengan berzikir kepada Allah. Sebagaimana Allah swt, berfirman:

“Sesungguhnya berbahagialah orang yang membersihkan diri, dan ia ingat nama Tuhannya, lalu dia sembahyang.” (QS. Al- A'la: 14-15)

Ulama Tasawuf membuat tata cara peribadatan untuk mencapai tujuan Tasawuf, didasarkan atas konsepsi dan motivasi beberapa ayat Al-Qur’an dan Hadith, antara lain berbunyi:
 “Sesungguhnya kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya. Kemudian kami kembalikan dia ke tempat yang serendah-rendahnya (neraka).” (Q.S. At-Tiin: 4-5)

 “Hai orang-orang yang beriman; berdhikirlah (dengan) menyebut (nama) Allah, dhikir yang sebanyak-banyaknya. Dan bertasbhilah kepada-Nya di waktu pagi dan petang.”(Q.S. Al-Ahzab: 41-42)

 “Sembahlah Allah, seolah-olah engkau melihat-Nya; maka apabila engkau tidak dapat melihat-Nya, maka Ia pasti melihatmu. (H. R. Bukhary Muslim, yang bersumber dari Abu Hurairah)

Dalam ayat pertama, diterangkan bahwa manusia diciptakan oleh Allah dengan sebaik-baik kejadian, namun karena perbuatan manusia itu sendiri, maka Allah mengembalikannya kepada tempat yang sangat hina. Tempat inilah yang dimaksudkan oleh Sufi sebagai neraka. Untuk menghindarinya, maka Sufi membuat tata cara mengabdikan diri kepada Allah, yang disebut dengan “Suluk”, di mana di dalamnya diwarnai oleh zikir, sebagaimana anjuran dalam ayat kedua di muka, dengan kalimat “Udzkurullah Dzikran Katsiira”… Sehingga Salik (peserta suluk) dapat mencapai tujuan Tasawufnya, yang disebut Ma’rifah; yaitu suatu pengenalan batin terhadap Allah, yang disebut dalam hadith di muka, sebagai perkataan pengabdian hamba kepada Allah, yang seolah-olah dapat melihat-Nya (A’budillah Kannaka Tarahu …).

Bukankah kita ingin dekat dengan Allah sedekat-dekatnya, serta merasa dekat dengan-Nya? Oleh karena harus ada penyucian diri dengan selalu berusaha membersihkan hati, supaya kita memperoleh jiwa yang tenteram dan menjadi orang yang bahagia hidup di dunia dan akhirat. Seperti halnya Rasulullah saw, beliau adalah pembesar dari seluruh ahli tasawuf yang berdaya upaya dengan sangat kepada kesucian hati serta menjauhi dari sifat-sifat hati yang jelek. Jadi, seorang hamba bisa dekat dengan Allah, yaitu dengan bertasawuf. Dengan demikian tasawuf memiliki Kedudukan yang penting dalam ajaran Islam tergantung kita dalam mempelajari dan memahaminya.

  
Kesimpulan

Ilmu Tasawuf adalah suatu ilmu untuk mengetahui bagaimana cara menyucikan jiwa, menjernihkan hati, membina akhlaq, membangun mental dhahir dan batin, untuk memporoleh keserasian, keseimbangan, kebahagian hidup yang abadi.

Pada awalnya tasawuf merupakan gerakan zuhud, dengan merepleksikan segala ajaran syariat Islam secara kaffah, dengan meninggalkan segala bentuk karakter diri yang tidak relefan dengan kaidah Islam, yang kemudian dalam perkembangannya tasawuf mempunyai kedudukan sangat penting dalam ajaran Islam itu sendiri. Dalam hal ini  kedudukan Tasawuf berada pada sendi Ihsan, yang berfungsi untuk memberi warna yang lebih mendalam bagi sendi Aqidah dan sendi Syari’ah Islam. (Ubes Nur Islam dari berbagai sumber)



0 komentar:

Posting Komentar