Muqoddimah
Islam
agama ajaran yang universal, menyangkut berbagai segi, baik jasmani dan rohani,
fisik dan non fisik, lelaki–perempuan, orang tua dan anak-anak, masalah ibadah,
keyakinan aqidah tauhid, muamalah, jinayat uqubat, munakahat, waratsat, dan
semua masalah duniawi dan ukhrowi. Keunivesalan ini tentu saja akan menarik
perhatian si penganut ajaran (muslim) sendiri, bahkan pihak lawan sekalipun (kaum
non muslim). Untuk memahami seluk beluk Islam, seorang muslim dituntut untuk
lebih banyak menggali dengan metode nalar istiqra di satu sisi, dan sisi
lainnya kajian sam’iyah dari sanad-sanad yang tersusun rapi.
Pesan-pesan
dilalah tsubut ajaran Islam yang tertuang dalam kitabnya, Al-Qur’an dan al-Haditsnya,
di satu sisi dilalahnya sudah nyata terungkap, dan sisi lainnya oleh pihak kaum
muslim yang lain masih awam), dilalah tsubut tersebut masih dianggap
tersembunyi. Inilah salah satu sebab kaum muslim terus menggali dan memahami pesan-pesan
tersebut, hingga akhirnya timbul metode baru atau ilmu baru bagaimana
merefleksikan ajaran Islam secara paripurna.
Perkembangan
pemahaman dan pengamalan kaum muslimin terhadap semua ajarannya, tak hanya
sebuah cerita ritual, melainkan justru mengasilkan ilmu-ilmu baru. Ilmu
pengetahuan baru
inilah yang menyebabkan lahirnya beberapa disiplin ilmu pengetahuan dalam
Islam, dimana salah satu di antaranya adalah lahirnya ilmu tasawuf yang akan dibahas
dalam isi makalah ini.
Sesungguhnya, Ilmu
tasawuf ialah salah satu cabang dari ilmu-ilmu Islam
yang utama, seperti
halnya ilmu Tauhid
(Ushuluddin)
dan ilmu Fiqih.
Dalam ilmu Tauhid akan dibahas tentang soal-soal i’tiqad (kepercayaan) mengenai hal ketuhanan, kerasulan, hari akhir, ketentuan qadla’ dan qadar Allah dan sebagainya. Ilmu Fiqih ini lebih membahas tentang hal-hal ibadah yang bersifat dhahir (lahir), seperti soal shalat, puasa, zakat, ibadah haji dan sebagainya. Sedangkan ilmuTasawuf lebih membahas soal-soal yang bertalian dengan akhlak, budi pekerti, amalan ibadah yang bertalian dengan masalah bathin (hati), seperti: cara-cara ihlash, khusu’, taubat, tawadhu’, sabar, redhla (kerelaan), tawakkal dan yang lainnya.
Dari paparan
diatas, kiranya
sangat perlu kita pahami beberapa materi yang terkait
dengan tasawwuf ini, namun kali ini sebagai langkah awal dibatasi
pada beberapa hal,
anata lain:
a) Apa
pengertian ilmu Tasawuf?,
b) Apa saja pokok-pokok ajaran Tasawuf?, dan c) Bagaimana
kedudukan ilmu Tasawuf dalam Islam?
1. Pengertian Ilmu Tasawuf
Pengertian
Tasawuf, agar
tercapai pada maksud, baiklah kita bagi dua pengertian, pertama secara etimolosgis dan kedua
terminologis. Kata tasawuf berasal dari musytaq : تصوف , secara
etimologi dari kata "suf"
(صوف), yang berarti pakain dari wol, ini merujuk
kepada jubah sederhana yang dikenakan oleh para asetik Muslim, namun tidak
semua Sufi mengenakan jubah atau pakaian dari wol. Teori etimologis yang lain
menyatakan bahwa akar kata dari Sufi adalah Safa (صفا), yang berarti kemurnian. Hal ini menaruh penekanan pada
kemurnian hati dan jiwa. Teori lain mengatakan bahwa tasawuf berasal dari kata
Yunani theosofie artinya ilmu ketuhanan.
Dalam
pemahaman yang lain menyarankan,
masih pengertian etimologis,
bahwa kata Sufi berasal dari "Ashab al-Suffa" ("sahabat beranda")
atau "Ahl al-Suffa" (orang-orang
beranda), yaitu
sekelompok muslim pada
zaman Rasulullah SAW
yang selalu menghabiskan
waktu mereka di beranda masjid Nabi, mendedikasikan waktunya untuk berdoa dan berdzikir. Pemahaman inilah menjadi pengertian
tasawwuf secara istilah (terminologis)
Tasawuf dalam pengertian istilah
(terminologis) adalah ilmu untuk mengetahui bagaimana cara menyucikan
jiwa, menjernihan akal,
membina akhlaq, membangun mental
dhahir dan batin
dan untuk memporoleh keseimbangan,
kedamaian, dan kebahagian hidup
yang abadi.
2. Pokok-pokok Ajaran Tasawuf
Sebagai
sebuah ilmu, Ilmu Tasawuf memiliki
sistem dan materi kajian yang lebih konprehenship. Manakala ditinjau
dari lingkup materi pembahasannya,
ilmu tasawuf terbagai menjadi tiga macam, yaitu: Tasawuf Aqidah dan Tasawuf
Aqidah
Tasawuf
Aqidah, yaitu kajian ilmu tasawwuf yang
menekankan pada masalah-masalah metafisis (hal-hal yang ghaib)
meliputi kajian keimanan
terhadap Tuhan, adanya Malaikat, Syurga, Neraka dan sebagainya. Karena itu, setiap Sufi
menekankan kehidupan yang bahagia di akhirat, mereka memperbanyak ibadahnya untuk
mencapai kebahagiaan surga.
Untuk mencapai kebahagiaan tersebut, maka Tasawuf Aqidah berusaha melukiskan ketunggalan
Hakikat Allah, yang merupakan satu-satunya yang ada dalam pengertian yang
mutlak.
Kemudian
melukiskan alamat Allah SWT, dengan menunjukkan sifat-sifat ketuhanan-Nya. Salah satu indikasi Tasawuf Aqidah, ialah
pembicaraannya terhadap sifat-sifat Allah, yang disebut dengan “Al-Asman
al-Husna”, yang oleh Ulama Tarekat dibuatkan zikir tertentu, untuk mencapai
alamat itu, karena beranggapan bahwa seorang hamba (Al-‘Abid) bisa mencapai
hakikat Tuhan lewat alamat-Nya (sifat-sifat-Nya).
Tasawuf
Ibadah, yaitu
Tasawuf yang menekankan pembicaraannya dalam masalah rahasia ibadah (Asraru
al-‘Ibadah), sehingga di dalamnya terdapat pembahasaan mengenai rahasia Taharah
(Asraru Taharah), rahasia Salat (Asraru al-Salah), rahasia Zakat (Asraru al-Zakah),
rahasia Puasa (Asrarus al-Shaum), rahasia Hajji (Asraru al-Hajj) dan
sebagainya.
Di dalam kajian tasawuf ibadah,
seorang hamba yang melakukan ibadah itu memiliki tingkat dan kafasitas yang terukur
levelnya, oleh karena itu si hamba dalam beribadah dibagi
menjadi tiga tingkatan, yaitu:
1) Tingkatan
orang-orang biasa (Al-‘Awam), sebagai tingkatan pertama, 2) Tingkatan
orang-orang istimewa (Al-Khawas), sebagai tingkatan kedua, dan 3) Tingkatan orang-orang
yang teristimewa atau yang luar biasa (Khawas al-Khawas), sebagai tingkatan
ketiga. Kalau
tingkatan pertama dimaksudkan sebagai orang-orang biasa pada umumnya, maka
tingkatan kedua dimaksudkan sebagai para wali (Al-Auliya’), sedangkan tingkatan
ketiga dimaksudkan sebagai para Nabi (Al-Anbiya’).
Dalam Fiqh,
diterangkan adanya beberapa syarat dan rukun untuk menentukan sah atau tidaknya
suatu ibadah. Tentu saja persyaratan itu hanya sifatnya lahiriah saja, tetapi
Tasawuf membicarakan persyaratan sah atau tidaknya suatu ibadah, sangat
ditentukan oleh persyaratan yang bersifat rahasia (batiniyah). Oleh karena itu, menurut Ulama Tasawuf sering mengemukakan kalsifikasi ibadah
menjadi beberapa bagian,
misalnya thaharah
dibaginya menjadi empat tingkatan:
1) Taharah yang sifatnya mensucikan anggota badan yang nyata
dari hadath dan najis,
2) Taharah yang sifatnya mensucikan anggota badan yang nyata dari
perbuatan dosa, 3) Taharah
yang sifatnya mensucikan hati dari perbuatan yang tercela, dan 4) Taharah
yang sifatnya mensucikan rahasia (roh) dari kecendrungan menyembah sesuatu di
luar Allah SWT.
Kajian
Tasawuf selalu menelusuri persoalan ibadah sampai kepada hal-hal yang sangat universal, konprehensip, mendalam,
dan bersifat
rahasia. Oleh karena itu, maka
ilmu ini sering dinamakan Ilmu Batin, sedangkan Fiqh sering disebut Ilmu Zahir.
Tasawuf
Akhlaqi, yaitu
Tasawuf yang menekankan pembahasannya pada budi pekerti, yang menghantarkan
manusia mencapai pada
kesimbangan moralitas, keserasian hati sanubari untuk mencapai kebahagiaan
dunia dan akhirat.
Dalam
kaitan ini, seorang yang mau merambah menelusuri kajian tasawuf akhlaqi ia
harus memahami dan menyelami beberapa masalah akhlaq mahmudah, antara lain: 1) Bertaubat
(At-Taubah); yaitu keinsafan seseorang dari perbuatannya yang buruk, sehingga
ia menyesali perbuatannya, lalu melakukan perbuatan baik, 2) Bersyukur
(Asy-Shukru); yaitu berterima kasih kepada Allah, dengan mempergunakan segala
nikmat-Nya kepada hal-hal yang diperintahkan-Nya, 3) Bersabar (Ash-Sabru); yaitu tahan terhadap
kesulitan dan musibah yang menimpanya,
4) Bertawakkal
(At-Tawakkul); yaitu memasrahkan sesuatu kepada Allah SWT. Setelah berbuat
sesuatu semaksimal mungkin untuk mencapai tujuan, dan 5) Bersikap ikhlas (Al-Ikhlas); yaitu membersihkan
perbuatan dari riya (sifat menunjuk-nunjukkan kepada orang lain, demi
kejernihan perbuatan yang kita lakukan).
Jika
dilihat sepintas hampir sama dengan kajian akhlak, akan tetapi sesungguhnya
berbeda, jika pembicaraan akhlak
menuju kepada pembahasan yang lebih kepada
mengemukakan indikasi lahiriyahnya saja, maka di dalam kajian Tsawwuf lebih dalam
lagi, yaitu hingga menelusuri kerahasiaannya.
Misalnya,
pembicaraan taubat, syukur, sabar, tawakkal dan ikhlas, dibahas dengan
mengemukakan indikasi lahiriyahnya saja, maka hal itu termasuk lingkup
pembahasan akhlaq,
tetapi bila dibahasnya sampai menelusuri rahasianya, maka hal itu termasuk
Tasawuf. Sehingga dari sinilah kita dapat melihat perbedaan Akhlaq dengan
Tasawuf, namun dari sisi lain dapat dilihat kesamaannya, yaitu keduanya
sama-sama tercakup dalam sendi Islam yang ketiga (Ihsan).
Dalam
tatanan realitas, sisi corak pemikiran konsepsi (teori-teori) yang
terkandung di dalam
kajian tasawwuf, hal itu bisa menjadi Tasawuf Salafi, Tasawuf
Sunni dan Tasawuf Falsafi.
Dalam Tasawuf Salafi dan Tasawuf Sunni, system peribadatan dan teori-teori
yang digunakannya sama dengan yang telah dilakukan oleh Ulama-Ulama Salaf,
sehingga kadang-kadang Tasawuf Sunni disebut juga Tasawuf Salafi.
Akan
tetapi, berbeda dengan Tasawuf Falsafi, ajarannya sudah dimasuki oleh
teori-teori Filsafat,
misalnya dipengaruhi oleh Filsafat
Yahudi,;
Filsafat Kristen dan Filsafat Hindu. Oleh
karenanya, tidak sedikit ajarannya yang hampir sama dengan agama
yang mempengaruhinya, terutama konsepsi yang digunakan untuk mendapat hakikat
ketuhanan, kita
kenal dengan istilah “Al-Hulul” (larutnya sifat ketuhanan ke
dalam sifat kemanusiaan), “Al-Ittihad” (leburnya sifat hamba dengan sifat
Allah), “Wihdatu al-Wujud” (menyatunya hamba dengan Allah) dan sebagainya. Inilah istilah bahasa yang
menjadi masalah krusial dan folemik, karena adanya
ajaran Mistik umat-umat terdahulu, yang telah ditransformasikan oleh Ulama
Tasawuf ke dalam Islam.
Barangkali ada tata caranya yang sudah
dikembangkan oleh Ulama Tasawwuf
yang ditentukan sebagai ajaran Tarekat pada masa sesudahnya yang akhirnya tidak persis
sama dengan Tasawuf yang telah dipraktekkan oleh Ulama Sahabat dan Tabin di
abad pertama dan kedua Hijriyah. Tentu saja, perkembangannya itu hanya sekedar
memenuhi tuntutan zaman yang dilaluinya, sedangkan prinsipnya tidak
bertentangan dengan pengalaman Ulama-Ulama Salaf
3. Kedudukan Ilmu Tasawuf dalam
Islam
Diakui
bahwa tidak ada satupun ayat atau Hadith yang memuat kata Tasawuf atau Sufi,
karena istilah ini baru timbul ketika Ulama Tasawuf berusaha membukukan ajaran
itu, dengan bentuk ilmu yang dapat dibaca oleh orang lain. Upaya Ulama Tasawuf
memperkenalkan ajarannya lewat kitab-kitab yang telah dikarangnya sejak abad
ketiga Hijriyah, dengan metode peribadatan dan istilah-istilah (symbol Tasawuf)
yang telah diperoleh dari pengalaman batinnya, yang memang metode dan istilah
itu tidak didapatkan teksnya dalam Al-Qur’an dan Hadith.
Tetapi
sebenarnya hal tersebut, didasarkan pada beberapa perintah Al-Qur’an dan Hadith. Ulama
Tasawuf membuat suatu metode untuk melakukannya dengan istilah “Suluk”. Karena
kalau tidak didasari dengan metode tersebut, maka tidak ada bedanya dengan
akhlaq mulia terhadap Allah. Jadi bukan lagi ajaran Tasawuf, tetapi masih
tergolong ajaran Akhlaq.
Tasawuf
merupakan pengontrol jiwa dan membersihkan manusia dari kotoran-kotoran dunia
di dalam hati, melunakan hawa nafsu, sehingga rasa takwa hadir dari hati yang
bersih dan selalu merasa dekat kepada Allah. Tujuan tasawuf itu menghendaki
manusia harus menampilkan ucapan, perbuatan, pikiran, dan niat yang suci
bersih, agar menjadi manusia yang berakhlak baik dan sifat yang terpuji,
sehingga menjadi seorang hamba yang dicintai Allah swt. Oleh karena itu,
sifat-sifat yang demikian perlu dimiliki oleh seorang muslim.
Namun,
dengan bertasawuf, seseorang akan bersikap tabah, sabar, dan mempunyai kekuatan
iman dalam dirinya, sehingga tidak mudah terpengaruh atau tergoda oleh kehidupan
dunia yang berlebihan dengan bersikap qonaah, yaitu sabar dan tawakal, serta
menerima apa yang telah diberikan Allah walaupun sedikit. Sehingga, Tasawuf
betul-betul mendapatkan perhatian yang lebih dalam ajaran Islam, walaupun
sebagian ulama fikih menentang tasawuf ini, karena dianggap bid'ah dan orang
yang mempelajarinya telah berbuat syirik, karena tidak berpedoman kepada
Al-Quran dan Sunnah.
Banyak
ayat-ayat Al-Quran dan hadits yang memerintahkan manusia supaya bertobat,
sabar, tawakal, bersikap zuhud, ikhlas dan ridha kepada Allah swt, serta
membersihkan diri dengan berzikir kepada Allah. Sebagaimana Allah swt,
berfirman:
“Sesungguhnya
berbahagialah orang yang membersihkan diri, dan ia ingat nama Tuhannya, lalu
dia sembahyang.” (QS. Al- A'la: 14-15)
Ulama
Tasawuf membuat
tata cara peribadatan untuk mencapai tujuan Tasawuf, didasarkan atas konsepsi
dan motivasi beberapa ayat Al-Qur’an dan Hadith, antara lain berbunyi:
“Sesungguhnya
kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya. Kemudian kami
kembalikan dia ke tempat yang serendah-rendahnya (neraka).” (Q.S. At-Tiin: 4-5)
“Hai
orang-orang yang beriman; berdhikirlah (dengan) menyebut (nama) Allah, dhikir
yang sebanyak-banyaknya. Dan bertasbhilah kepada-Nya di waktu pagi dan
petang.”(Q.S. Al-Ahzab: 41-42)
“Sembahlah
Allah, seolah-olah engkau melihat-Nya; maka apabila engkau tidak dapat
melihat-Nya, maka Ia pasti melihatmu. (H. R. Bukhary Muslim, yang bersumber
dari Abu Hurairah)
Dalam ayat
pertama, diterangkan bahwa manusia diciptakan oleh Allah dengan sebaik-baik
kejadian, namun karena perbuatan manusia itu sendiri, maka Allah
mengembalikannya kepada tempat yang sangat hina. Tempat inilah yang dimaksudkan
oleh Sufi sebagai neraka. Untuk
menghindarinya, maka Sufi membuat tata cara mengabdikan diri kepada Allah, yang
disebut dengan “Suluk”, di mana di dalamnya diwarnai oleh zikir, sebagaimana
anjuran dalam ayat kedua di muka, dengan kalimat “Udzkurullah Dzikran
Katsiira”… Sehingga Salik (peserta suluk) dapat mencapai tujuan Tasawufnya,
yang disebut Ma’rifah; yaitu suatu pengenalan batin terhadap Allah, yang
disebut dalam hadith di muka, sebagai perkataan pengabdian hamba kepada Allah,
yang seolah-olah dapat melihat-Nya (A’budillah Kannaka Tarahu …).
Bukankah
kita ingin dekat dengan Allah sedekat-dekatnya, serta merasa dekat dengan-Nya?
Oleh karena harus ada penyucian diri dengan selalu berusaha membersihkan hati,
supaya kita memperoleh jiwa yang tenteram dan menjadi orang yang bahagia hidup
di dunia dan akhirat. Seperti halnya Rasulullah saw, beliau adalah pembesar
dari seluruh ahli tasawuf yang berdaya upaya dengan sangat kepada kesucian hati
serta menjauhi dari sifat-sifat hati yang jelek. Jadi,
seorang hamba bisa dekat dengan Allah, yaitu dengan bertasawuf. Dengan demikian
tasawuf memiliki Kedudukan yang penting dalam ajaran Islam tergantung kita
dalam mempelajari dan memahaminya.
Kesimpulan
Ilmu Tasawuf
adalah suatu ilmu untuk mengetahui bagaimana cara menyucikan jiwa, menjernihkan hati, membina akhlaq,
membangun mental dhahir
dan batin, untuk memporoleh keserasian,
keseimbangan, kebahagian hidup
yang abadi.
Pada awalnya
tasawuf merupakan gerakan zuhud, dengan
merepleksikan segala ajaran syariat Islam secara kaffah, dengan meninggalkan
segala bentuk karakter diri yang tidak relefan dengan kaidah Islam, yang
kemudian dalam
perkembangannya tasawuf mempunyai kedudukan sangat penting dalam ajaran Islam itu sendiri. Dalam hal ini kedudukan
Tasawuf berada pada sendi Ihsan, yang berfungsi untuk memberi warna yang lebih
mendalam bagi sendi Aqidah dan sendi Syari’ah Islam. (Ubes Nur Islam dari berbagai sumber)
0 komentar:
Posting Komentar