Pernahkah kita merasa shalat kita
hanya tersisa tinggal gerak badan tanpa getaran hati? Ibadah haji dan umrah
menjadi salah satu di antara sejumlah wisata? Zakat dikeluarkan sama beratnya
dengan pajak? Dan puasa menjadi rangkaian upacara kesalehan yang lewat begitu
saja setelah usai bulan Ramadan? Sudahkah
wudhu kita membersihkan diri kita dari keterikatan kepada dunia dan menyucikan
pikiran kita dari keraguan dan kesesatan? Mengapa demikian?
Sayyidina Ali ibn Abi
Thalib k.w. pernah menuturkan tiga tipe orang beribadah. Pertama, beribadah
karena mengharapkan balasan. Ibadah mereka merupakan investasi masa depan.
Semakin banyak ia menjalankan ritual-ritual keagamaan semakin banyak pula
imbalan dari Tuhan yang akan diterimanya. Itulah ibadah para pedagang,
pebisnis. Kedua, karena takut pada siksa-Nya. Ibadah mereka sama seperti
pengabdian seorang budak kepada tuannya. Ia melakukan segala tugas yang
dibebankan karena khawatir mendapat murka sang majikan bila ia melanggarnya.
Biasanya mereka menjalankan ibadah hanya untuk menggugurkan kewajiban. Ketiga,
beribadah karena mereka sadar memang seharusnya beribadah. Itulah ibadah orang
merdeka. Ibadah mereka dihiasi cinta dan ketulusan.
Hampir tidak pernah ada lagi
kisah dalam sejarah manusia tentang kehebatan sebuah generasi layaknya cerita
Nabi Muhammad SAW dan sahabat Beliau. Mereka tidak saja dikenal karena gaya
kepemimpinan, kedermawanan, kezuhudan, dan militansi jihad, akan tetapi
ibadahnya yang mengagumkan.
‘Utsman bin ‘Affan. Salah satu diantara Sahabat Nabi yang juga ta’at. Amaliahnya di siang hari adalah kedermawannannya dan puasa, sedangkan di malam hari dia sujud dan berdiri untuk shalat. Beliau adalah orang yang mendapat kabar gembira masuk surga karena kesabarannya. Beliau senantiasa menghidupkan malamnya dengan membacanya Al-Qur’an, dan disebutkan dalam riwayat bahwa beliau pernah mengkhatamkan Al-qur’an dalam satu rakaat shalatnya. Itu hanya beberapa titik sejarah seorang Utsman bin ‘Affan, yang hingga kini tercatat hanya pada sebuah tinta kecil, tentang sebuah kisah generasi terbaik umat islam sampai sekarang.
Baiklah, saat ini bagaimana kita memulai hadir untuk menuntun diri kita, agar ibadah kita
tidak lagi menjadi sekadar kewajiban atau karena takut terhadap siksa akhirat,
melainkan sebagai wahana untuk menumbuh kembangkan kemuliaan jiwa, ketenteraman
batin, kesuksesan hidup, dan kebahagiaan kita manusia sebagai hamba Allah. Kita ajari diri ini bagaimana menyentuh jiwa ibadah itu, dengan cara mengelupas
selubung-selubung makna spiritual setiap ibadah, mulai dari bersuci, shalat,
puasa, zakat, dan haji.
Kita ajari diri ini mencoba bagaimana menyadari
betapa semua bentuk ibadah adalah hadiah dan anugerah Allah bagi hamba-Nya yang
beriman. Setiap ibadah menjadi ekspresi cinta dan kerinduan spiritual sang
hamba pada Penciptanya. Hanya dengan cintalah ibadah menjadi mudah. Kepatuhan
menjadi kerinduan. Ketaatan menjadi dambaan.
Inilah saatnya kita mengawali menyelamatkan diri kita dari
beribadah sekadar rutinitas. Sebaliknya, kita berupaya
mencari dan menyelami ibadah kita secara cerdas dan berkualitas. Bagaimana
kita
mengungkap
kandungan energi spiritual dan kekuatan natural yang melekat pada ibadah-ibadah
ritual melalui kajian metafisika dengan pendekatan ilmiah dan spiritual. Dengan
demikian ritual Islam tersebut dapat kita pahami dalam implikasi-implikasinya
yang nyata bagi kehidupan kita. Sehingga pada
akhirnya kita menemukan"Setetes Rahasia ibadah”, yang pada akhirnya akan
melihat sendiri secara langsung keagungan
dan kehebatan meta energi ruhaniah dalam setiap ritual Islam yang kita
lakukan.
Kendati
tujuan hakiki dari pelaksanaan ibadah-ibadah ritual (mahdhah), secara global,
disebutkan oleh Allah dalam Al-Qur'an, namun acapkali kita tidak mengetahuinya
dengan benar apa maksudnya atau bagaimana proses tercapainya tujuan tersebut
dengan ibadah ritual yang kita lakukan. Kecaman Allah dan sindiran-sindiran
Rasulullah SAW. pada pelaksanaan ibadah ritual yang gagal mencapai tujuannya,
cukup bagi kita untuk merenungkannya. Ini menunjukkan adanya potensi kesenjangan
yang amat jauh antara esensi tujuan ibadah dengan realisasi pelaksanaannya.
0 komentar:
Posting Komentar