Rabu, 22 Oktober 2014

Muqaddimah, Bagaimana ibadah ini bisa berimpilikasi dalam kehidupan kita?



Pernahkah kita merasa shalat kita hanya tersisa tinggal gerak badan tanpa getaran hati? Ibadah haji dan umrah menjadi salah satu di antara sejumlah wisata? Zakat dikeluarkan sama beratnya dengan pajak? Dan puasa menjadi rangkaian upacara kesalehan yang lewat begitu saja setelah usai bulan Ramadan?  Sudahkah wudhu kita membersihkan diri kita dari keterikatan kepada dunia dan menyucikan pikiran kita dari keraguan dan kesesatan? Mengapa demikian?

Sayyidina Ali ibn Abi Thalib k.w. pernah menuturkan tiga tipe orang beribadah. Pertama, beribadah karena mengharapkan balasan. Ibadah mereka merupakan  investasi masa depan. Semakin banyak ia menjalankan ritual-ritual keagamaan semakin banyak pula imbalan dari Tuhan yang akan diterimanya. Itulah ibadah para pedagang, pebisnis. Kedua, karena takut pada siksa-Nya. Ibadah mereka sama seperti pengabdian seorang budak kepada tuannya. Ia melakukan segala tugas yang dibebankan karena khawatir mendapat murka sang majikan bila ia melanggarnya. Biasanya mereka menjalankan ibadah hanya untuk menggugurkan kewajiban. Ketiga, beribadah karena mereka sadar memang seharusnya beribadah. Itulah ibadah orang merdeka. Ibadah mereka dihiasi cinta dan ketulusan.

Hampir tidak pernah ada lagi kisah dalam sejarah manusia tentang kehebatan sebuah generasi layaknya cerita Nabi Muhammad SAW dan sahabat Beliau. Mereka tidak saja dikenal karena gaya kepemimpinan, kedermawanan, kezuhudan, dan militansi jihad, akan tetapi ibadahnya yang mengagumkan.

‘Utsman bin ‘Affan. Salah satu diantara Sahabat Nabi yang juga  ta’at. Amaliahnya di siang hari adalah kedermawannannya dan puasa, sedangkan di malam hari dia sujud dan berdiri untuk shalat. Beliau adalah orang yang mendapat kabar gembira masuk surga karena kesabarannya. Beliau senantiasa menghidupkan malamnya dengan membacanya Al-Qur’an, dan disebutkan dalam riwayat bahwa beliau pernah mengkhatamkan Al-qur’an dalam satu rakaat shalatnya. Itu hanya beberapa titik sejarah seorang Utsman bin ‘Affan, yang hingga kini tercatat hanya pada sebuah tinta kecil, tentang sebuah  kisah generasi terbaik umat islam sampai sekarang.

Baiklah, saat ini bagaimana kita memulai  hadir untuk menuntun diri kita, agar ibadah kita tidak lagi menjadi sekadar kewajiban atau karena takut terhadap siksa akhirat, melainkan sebagai wahana untuk menumbuh kembangkan kemuliaan jiwa, ketenteraman batin, kesuksesan hidup, dan kebahagiaan kita manusia sebagai hamba Allah.  Kita ajari diri ini bagaimana menyentuh  jiwa ibadah itu, dengan cara mengelupas selubung-selubung makna spiritual setiap ibadah, mulai dari bersuci, shalat, puasa, zakat, dan haji. 

Kita ajari diri ini mencoba bagaimana menyadari betapa semua bentuk ibadah adalah hadiah dan anugerah Allah bagi hamba-Nya yang beriman. Setiap ibadah menjadi ekspresi cinta dan kerinduan spiritual sang hamba pada Penciptanya. Hanya dengan cintalah ibadah menjadi mudah. Kepatuhan menjadi kerinduan. Ketaatan menjadi dambaan.

Inilah saatnya kita mengawali menyelamatkan diri kita dari beribadah sekadar rutinitas. Sebaliknya, kita berupaya mencari dan menyelami ibadah kita secara cerdas dan berkualitas. Bagaimana kita
mengungkap kandungan energi spiritual dan kekuatan natural yang melekat pada ibadah-ibadah ritual melalui kajian metafisika dengan pendekatan ilmiah dan spiritual. Dengan demikian ritual Islam tersebut dapat kita pahami dalam implikasi-implikasinya yang nyata bagi kehidupan kita. Sehingga pada akhirnya kita menemukan"Setetes Rahasia ibadah”, yang pada akhirnya akan melihat sendiri secara  langsung keagungan dan kehebatan meta energi ruhaniah dalam setiap ritual Islam yang kita lakukan.

Kendati tujuan hakiki dari pelaksanaan ibadah-ibadah ritual (mahdhah), secara global, disebutkan oleh Allah dalam Al-Qur'an, namun acapkali kita tidak mengetahuinya dengan benar apa maksudnya atau bagaimana proses tercapainya tujuan tersebut dengan ibadah ritual yang kita lakukan. Kecaman Allah dan sindiran-sindiran Rasulullah SAW. pada pelaksanaan ibadah ritual yang gagal mencapai tujuannya, cukup bagi kita untuk  merenungkannya. Ini menunjukkan adanya potensi kesenjangan yang amat jauh antara esensi tujuan ibadah dengan realisasi pelaksanaannya.

Oleh karena itu, adalah penting bagi kita untuk mengetahui hikmah yang terkandung dalam ritual ibadah. Dimana teknik Ibadah ini ada yang dilaksanakan secara berjamaah, dan ada yang secara privasi, namun tingkat essensial ibadah baik tujuan dan maupun pelaksanaanya sama yaitu kepada dan dari Allah. Untuk itu, kita saat ini harus bersama belajar ibadah. Bagaimana saudara-saudari ikhwan sholihin, bisa kita mulai ibadah sambil terus tafakkur dalam perjalanan ibadah kita? Oke kita mulai dari sekarang! (ubes)
 

0 komentar:

Posting Komentar