Makna Perkawinan
Dalam pandangan Islam, pernikahan itu bukan hanya sebatas urusan perdata semata, bukan pula sekedar urusan keluarga dan budaya,
tetapi pernikahan dalam Islam
lebih dipandang sebagai hal yang universal, meliputi masalah dan peristiwa agama. Oleh karena itu, pernikahan itu dilaksanakan tidak
lain kecuali, untuk memenuhi sunnah Allah dan sunnah
nabi SAW, dan dengan itu,
perkawinan harus dilaksanakan sesuai
dengan petunjuk Allah dan petujuk nabi.
Konsekwensinya, pernikahan
harus terpenuhi segala rukun dan syaratnya. Hal itu, untuk menentukan suatu perbuatan hukum, terutama
yang menyangkut dengan sah atau tidaknya perbuatan tersebut dari segi hukum. Sebagaimana
kita maklumi, syarat itu ada yang
berkaitan dengan rukun dalam arti syarat yang berlaku untuk setiap unsur yang
menjadi rukun. Ada pula syarat itu berdiri sendiri dalam arti tidak merupakan
kriteria dari unsur-unsur hukum.
Pernikahan merupakan sunnahtullah yang umum dan berlaku pada semua
makhluk-Nya, baik pada manusia, hewan, maupun tumbuh-tumbuhan. Nikah
menurut bahasa: al-jam’u dan al-dhamu yang artinya kumpul.
Oleh karena itu. Semua makhluk
Allah dibumi adalah berpasangan. Dalam artian selalu melakukan interaktif satu
sama lainnya. Hal ini diakui oleh para
sarjana Ilmu Alam, mereka mengatakan bahwa segala sesuatu kebanyakan
terdiri dari dua pasangan. Misalnya, air yang kita minum (terdiri dari oksigen
dan hydrogen), listrik (ada positif dan negatifnya) dan lain-lain.
Allah telah berfirman :
﴿ وَ مِنْ كُلِّ شَيْءٍ
خَلَقْنا زَوْجَيْنِ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُونَ﴾
Dan segala sesuatu Kami ciptakan
berpasang-pasangan supaya kamu mengingat akan kebesaran Allah. ( QS. Al-Dzariyat[51]:49 )
Dengan pemahaman yang lebih komplek, bumi dan segala isinya adalah
kumpulan keluarga yang saling berpasangan yang satu sama lainnya saling
melakukan ketertiban dan menjalin kemesraan. Oleh karenanya bumi dan sega
isinya adalah sistem keluarga yang harmanis, tersistematis dalam sistem sosial
yang utuh sesuai sunnatullah.
Adalah manusia, merupakan makhluk yang unik dan sempurna, namun ia tidak
bisa hidup sendirian, bahkan ia ketergantungan dengan lainnta, termasuk sangat
berkebutuhan terhadap lawan jenisnya. Ia harus hidup berkeluarga dalam
menyempurnakan kehidupannya. Dalam pandangan itulah, kehidupan manusia berkeluarga
dianggap sebagai elemen sistem sosial yang akan membentuk sebuah masyarakat.
Kemudian, sebagai sarana pembentuk keluarga adalah lembaga pernikahan,
dengan pernikanan inilah akan mempertahankan
kehidupan dan kehadiran masyarakat manusia.
Syekh Taqiyuddin An Nabhany dalam bukunya " Nizham Al Ijtimaa’i fil Islam ( Sistem Sosial dalam Islam )" membedakan istilah sistem sosial ( Nizham Al Ijtimaiy ) dengan sistem sosial kemasyarakatan ( Anzimatul Mujtama’ ). Sistem sosial ( Nizham Al Ijtimaiy ) menurut beliau adalah seperangkat peraturan yang mengatur pertemuan antara pria dan wanita atau sebaliknya, dan mengatur hubungan yang muncul antara keduanya, serta segala sesuatu yang menyangkut hubungan tersebut.
Sedangkan sistem sosial kemasyarakatan ( Anzimatul Mujtama’ ) adalah peraturan bagi masyarakat, yang
mengatur hubungan yang terjadi antara sesama manusia yang hidup dalam
masyarakat tertentu tampa diperhatikan pertemuan atau perpisahan diantara
anggota masyarakat tersebut. Dari sinilah muncul berbagai macam peraturan yang
berbeda-beda sesuai dengan jenis dan bentuk hubungan yang mencakup aspek
ekonomi, hukum , politik, pendidikan, sanksi, perdagangan, peradilan dan lain
sebagainya.
Pernikahan membentuk Keluarga dan
masyarakat muslim
Pernikahan atau perkawinan dari sudut pandang Islam, merupakan sistem peraturan dari Allah SWT yang mengandung karunia yang besar dan hikmah yang agung. Melalui perkawinan dapat diatur hubungan laki-laki dan wanita ( yang secara fitrahnya saling tertarik ) dengan aturan yang khusus. Kemudian, dari hasil pertemuan ini juga akan berkembang jenis keturunan sebagai salah satu tujuan dari perkawinan tersebut. Kemudian, dari perkawinan itu pulalah terbentuk keluarga yang diatasnya didirikan peraturan hidup khusus dan sebagai konsekuensi dari sebuah perkawinan. Islam telah memerintahkan dan mendorong untuk melakukan pernikahan.
Diriwayatkan dari Ibnu Mas’ud ra yang berkata bahwasanya Rosulullah SAW
bersabda :
" Wahai para pemuda, barang
siapa diantara kamu telah mampu memikul beban, maka hendaklah ia kawin, karena
dengan menikah dapat menundukkan pandangan dan menjaga ke’hormatan’, dan barang
siapa yang belum mampu hendaklah ia berpuasa, karena dengan puasa itu dapat
menjadi perisai" (al-Hadits)
Pertemuan antara wanita dan pria inilah kemudian muncul hubungan yang
berkait dengan kemaslahatan mereka dan kemaslahatan masyarakat tempat mereka
hidup dan juga hubungannya dengan negara. Hal ini mengingat ciri khas
pengaturan Islam ( syariat Islam ) atas manusia selalu mengaitkannya dengan
masyarakat dan negara. Hal ini berarti dalam sebuah masyarakat mesti ada
interaksi bersama antar mereka yang terjadi secara terus menerus dan diatur
dalam sebuah aturan yang fixed.
Rosulullah SAW telah menjelaskan status dan hubungan individu dengan
masyarakat dengan sabdanya :
"Perumpamaan orang-orang
Muslim , bagaimana kasih sayang yang tolong menolong terjalin antar mereka,
adalah laksana satu tubuh. Jika satu bagian merintih merasakan sakit, maka
seluruh bagian tubuh akan bereaksi membantunya dengan berjaga ( tidak tidur )
dan bereaksi meningkatkan panas badan ( demam )". ( HR Muslim )
Islam memandang individu-individu, keluarga, masyarakat dan negara
sebagai umat yang satu dan memiliki aturan yang satu. Di mana dengan peraturan
dan sistem nilai tersebut, manusia akan dibawa pada kehidupan yang tenang,
bahagia dan sejahtera.
Syariat Islam sebagai aturan bagi individu muslim, keluarga, masyarakat dan negaranya, secara unik dan pasti dapat diterapkan di tengah kehidupan masyarakat manapun . Penerapan aturan tersebut tentu saja saling berkaitan antara satu dengan yang lainnya. Jaminan terlaksananya penerapan syariat Islam dilandasi oleh beberapa asas di bawah ini :
Dengan melaksanakan sistem perkawinan ini, Islam menjamin hak-hak keadilan manusia, sebagai makhluk paling mulia, mewujudkan kesejahteraan dan ketenangan jiwa yang hakiki, serta kebahagiaan hidup dan keterpeliharaan urusan mereka dalam Islam. Allah SWT berfirman :
"Dan Kami turunkan dari Al-Qur’an sesuatu yang menjadi penawar dan rahmat bagi orang-orang beriman” ( QS Al-Isra : 82 )
Juga firman-Nya :
"Sesungguhnya Al-Qur’an ini memberikan petunjuk kepada ( jalan ) yang lebih lurus"( QS Al-Isra : 9 )
Makna keadilan syariat Islam dipastikan karena aturannya bersumber dari Al-Kholik , Allah SWT yang tidak memiliki kepentingan apapun untuk membela satu pihak dan menzolimi pihak yang lain. Dalam satu hadist disebutkan, bahwa seandainya manusia seluruhnya menyembah Allah, maka tidak akan menambah kebesaran Allah sedikitpun, dan seandainya seluruh manusia kufur kepada Allah maka tidak akan mengurangi keagungan dan kebesarannya sedikitpun.
Oleh sebab itu Allah memerintahkan kepada kaum muslimin untuk berlaku
adil dalam menerapkan syariat Islam. Bahkan untuk masyarakat non muslim. Hal
ini dipastikan dengan firman-Nya :
" Hai orang-orang yang beriman, jadilah kamu orang-orang yang benar sebagai penegak keadilan , dan janganlah sekali-kali kbencianmu terhadap suatu kaum, mendorong kamu untuk ( berbuat ) tidak adil. Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat dendan taqwa. Dan bertaqwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah maha mengetahui apa yang kamu kerjakan". ( QS Al Maidah : 8 ) (ubes/dari berbagai sumber)
0 komentar:
Posting Komentar