Kamis, 16 Oktober 2014

Makna Pernikahan dan Konsekwensinya Dalam Kehidupan Kita


Makna Perkawinan

Dalam pandangan Islam, pernikahan itu bukan hanya sebatas urusan perdata semata, bukan pula sekedar urusan keluarga dan budaya, tetapi pernikahan dalam Islam lebih dipandang sebagai hal yang universal, meliputi masalah dan peristiwa agama. Oleh karena itu,  pernikahan itu dilaksanakan tidak lain kecuali,  untuk memenuhi sunnah Allah dan sunnah nabi SAW, dan dengan itu, perkawinan harus dilaksanakan sesuai dengan petunjuk Allah dan petujuk nabi.

Konsekwensinya, pernikahan harus terpenuhi segala rukun dan syaratnya. Hal itu, untuk menentukan suatu perbuatan hukum, terutama yang menyangkut dengan sah atau tidaknya perbuatan tersebut dari segi hukum. Sebagaimana kita maklumi, syarat itu ada yang berkaitan dengan rukun dalam arti syarat yang berlaku untuk setiap unsur yang menjadi rukun. Ada pula syarat itu berdiri sendiri dalam arti tidak merupakan kriteria dari unsur-unsur hukum.

Pernikahan merupakan sunnahtullah yang umum dan berlaku pada semua makhluk-Nya, baik pada manusia, hewan, maupun tumbuh-tumbuhan.  Nikah menurut bahasa: al-jam’u dan al-dhamu yang artinya  kumpul. Oleh karena itu. Semua makhluk Allah dibumi adalah berpasangan. Dalam artian selalu melakukan interaktif satu sama lainnya. Hal ini diakui oleh para sarjana Ilmu Alam, mereka  mengatakan bahwa segala sesuatu kebanyakan terdiri dari dua pasangan. Misalnya, air yang kita minum (terdiri dari oksigen dan hydrogen), listrik (ada positif dan negatifnya) dan lain-lain.

Allah telah berfirman :

﴿ وَ مِنْ كُلِّ شَيْ‏ءٍ خَلَقْنا زَوْجَيْنِ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُونَ﴾

Dan segala sesuatu Kami ciptakan berpasang-pasangan supaya kamu mengingat akan kebesaran Allah. ( QS. Al-Dzariyat[51]:49 )

Dengan pemahaman yang lebih komplek, bumi dan segala isinya adalah kumpulan keluarga yang saling berpasangan yang satu sama lainnya saling melakukan ketertiban dan menjalin kemesraan. Oleh karenanya bumi dan sega isinya adalah sistem keluarga yang harmanis, tersistematis dalam sistem sosial yang utuh sesuai sunnatullah.

Adalah manusia, merupakan makhluk yang unik dan sempurna, namun ia tidak bisa hidup sendirian, bahkan ia ketergantungan dengan lainnta, termasuk sangat berkebutuhan terhadap lawan jenisnya. Ia harus hidup berkeluarga dalam menyempurnakan kehidupannya. Dalam pandangan itulah, kehidupan manusia berkeluarga dianggap sebagai elemen sistem sosial yang akan membentuk sebuah masyarakat.

Kemudian, sebagai sarana pembentuk keluarga adalah lembaga pernikahan, dengan pernikanan inilah akan mempertahankan  kehidupan dan kehadiran masyarakat manusia.

Syekh Taqiyuddin An Nabhany dalam bukunya " Nizham Al Ijtimaa’i fil Islam ( Sistem Sosial dalam Islam )" membedakan istilah sistem sosial ( Nizham Al Ijtimaiy ) dengan sistem sosial kemasyarakatan ( Anzimatul Mujtama’ ). Sistem sosial ( Nizham Al Ijtimaiy ) menurut beliau adalah seperangkat peraturan yang mengatur pertemuan antara pria dan wanita atau sebaliknya, dan mengatur hubungan yang muncul antara keduanya, serta segala sesuatu yang menyangkut hubungan tersebut.



Sedangkan sistem sosial kemasyarakatan ( Anzimatul Mujtama’ ) adalah peraturan bagi masyarakat, yang mengatur hubungan yang terjadi antara sesama manusia yang hidup dalam masyarakat tertentu tampa diperhatikan pertemuan atau perpisahan diantara anggota masyarakat tersebut. Dari sinilah muncul berbagai macam peraturan yang berbeda-beda sesuai dengan jenis dan bentuk hubungan yang mencakup aspek ekonomi, hukum , politik, pendidikan, sanksi, perdagangan, peradilan dan lain sebagainya.

Pernikahan membentuk Keluarga dan masyarakat muslim

Pernikahan atau perkawinan dari sudut pandang Islam, merupakan sistem peraturan dari Allah SWT yang mengandung karunia yang besar dan hikmah yang agung. Melalui perkawinan dapat diatur hubungan laki-laki dan wanita ( yang secara fitrahnya saling tertarik ) dengan aturan yang khusus. Kemudian, dari hasil pertemuan ini juga akan berkembang jenis keturunan sebagai salah satu tujuan dari perkawinan tersebut. Kemudian, dari perkawinan itu pulalah terbentuk keluarga yang diatasnya didirikan peraturan hidup khusus dan sebagai konsekuensi dari sebuah perkawinan. Islam telah memerintahkan dan mendorong untuk melakukan pernikahan.

Diriwayatkan dari Ibnu Mas’ud ra yang berkata bahwasanya Rosulullah SAW bersabda :

" Wahai para pemuda, barang siapa diantara kamu telah mampu memikul beban, maka hendaklah ia kawin, karena dengan menikah dapat menundukkan pandangan dan menjaga ke’hormatan’, dan barang siapa yang belum mampu hendaklah ia berpuasa, karena dengan puasa itu dapat menjadi perisai" (al-Hadits)

Pertemuan antara wanita dan pria inilah kemudian muncul hubungan yang berkait dengan kemaslahatan mereka dan kemaslahatan masyarakat tempat mereka hidup dan juga hubungannya dengan negara. Hal ini mengingat ciri khas pengaturan Islam ( syariat Islam ) atas manusia selalu mengaitkannya dengan masyarakat dan negara. Hal ini berarti dalam sebuah masyarakat mesti ada interaksi bersama antar mereka yang terjadi secara terus menerus dan diatur dalam sebuah aturan yang fixed.

Rosulullah SAW telah menjelaskan status dan hubungan individu dengan masyarakat dengan sabdanya :

"Perumpamaan orang-orang Muslim , bagaimana kasih sayang yang tolong menolong terjalin antar mereka, adalah laksana satu tubuh. Jika satu bagian merintih merasakan sakit, maka seluruh bagian tubuh akan bereaksi membantunya dengan berjaga ( tidak tidur ) dan bereaksi meningkatkan panas badan ( demam )". ( HR Muslim )

Islam memandang individu-individu, keluarga, masyarakat dan negara sebagai umat yang satu dan memiliki aturan yang satu. Di mana dengan peraturan dan sistem nilai tersebut, manusia akan dibawa pada kehidupan yang tenang, bahagia dan sejahtera.

Syariat Islam sebagai aturan bagi individu muslim, keluarga, masyarakat dan negaranya, secara unik dan pasti dapat diterapkan di tengah kehidupan masyarakat manapun . Penerapan aturan tersebut tentu saja saling berkaitan antara satu dengan yang lainnya. Jaminan terlaksananya penerapan syariat Islam dilandasi oleh beberapa asas di bawah ini :

Dengan melaksanakan sistem perkawinan ini, Islam menjamin hak-hak keadilan manusia, sebagai makhluk paling mulia, mewujudkan kesejahteraan dan ketenangan jiwa yang hakiki, serta kebahagiaan hidup dan keterpeliharaan urusan mereka dalam Islam. Allah SWT berfirman :

"Dan Kami turunkan dari Al-Qur’an sesuatu yang menjadi penawar dan rahmat bagi orang-orang beriman” ( QS Al-Isra : 82 )

Juga firman-Nya :

"Sesungguhnya Al-Qur’an ini memberikan petunjuk kepada ( jalan ) yang lebih lurus"( QS Al-Isra : 9 )

Makna keadilan syariat Islam dipastikan karena aturannya bersumber dari Al-Kholik , Allah SWT yang tidak memiliki kepentingan apapun untuk membela satu pihak dan menzolimi pihak yang lain. Dalam satu hadist disebutkan, bahwa seandainya manusia seluruhnya menyembah Allah, maka tidak akan menambah kebesaran Allah sedikitpun, dan seandainya seluruh manusia kufur kepada Allah maka tidak akan mengurangi keagungan dan kebesarannya sedikitpun.  

Oleh sebab itu Allah memerintahkan kepada kaum muslimin untuk berlaku adil dalam menerapkan syariat Islam. Bahkan untuk masyarakat non muslim. Hal ini dipastikan dengan firman-Nya :

" Hai orang-orang yang beriman, jadilah kamu orang-orang yang benar sebagai penegak keadilan , dan janganlah sekali-kali kbencianmu terhadap suatu kaum, mendorong kamu untuk ( berbuat ) tidak adil. Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat dendan taqwa. Dan bertaqwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah maha mengetahui apa yang kamu kerjakan". ( QS Al Maidah : 8 ) (ubes/dari berbagai sumber)

0 komentar:

Posting Komentar