Selasa, 04 November 2014

RAHASIA KA’BAH SEBAGAI KIBLAT DALAM IBADAH SHALAT



Sebagian orang dari agama lain (non muslim), atau ummat Islam sendiri yang masih ragu (awam) menganggap bahwa ajaran islam yang mengharuskan shalat menghadap ka’bah itu sama pengagungan terhadap batu hitam tersebut. Dan itu, tak ubahnya seperti ajaran para penyembah berhala. Demikian ungkapan yang sering terucap oleh kaum mereka, baik dari kaum penyembah berhala mapun mereka kaum majusi, zoroaster, ataupun kaum atheisme.

Persoalan arah kiblat, sejak zaman nabi Muhammad SAW dan hingga kini masih menjadi persoalan tersendiri bagi kaum yang ingkar atau ragu terhadap ajaran Islam. Padahal sejak masa proses wahyu turun pun fenomena masalah dan ketentuannya sudah jelas diterangkan oleh Rasulullah sendiri sebagai pengemban amanah wahyu itu.

Ka’bah yang dijadikan sebagai qiblat (arah menghadap) dalam shalat adalah sebuah ketentuan syariat yang ditetapkan oleh pemilik syariat (Allah). Ini adalah kehendakNya yang harus ditaati, sebagaimana Dia sebelumnya pernah berkehendak menjadikan masjidil Aqsha sebagi kiblat umat islam. 

Jadi, mengapa kita shalat menghadap ke Ka’bah ? Jawabannya,  ya karena Allah memerintahkan seperti itu dalam syariatNya. Dan tentu yang paling tahu alasan dari semua ketentuan syariat hanyalah Dia. Termasuk dalam masalah ini. Kita sebagai hambaNya karena telah menyatakan keimanan atas kebenaran agama ini, menyatakan berserah diri atas ketentuan hukum syari’atNya, tentunya wajib mentaatinya. Dan orang-orang beriman akan senantiasa berkeyakinan, bahwa ada hikmah yang agung dibalik setiap perintah atau larangan dalam syariat  agama.

Pada awalnya Rasulullah setiap shalat menghadap ke Baitil Maqdis, kemudian Rasululullah mengingkan agar kiblat sholat ini ke arah Masjidil Haram, dimana Ka’bah berada, lalu beliau memohon kepada Allah untuk dapat shalat menghadap ke Ka’bah. Tentang hal ini Rasululullah sudah menjelaskannya secara rinci. Di bawah ini tertuang bebarapa hadits yang terkait dengan fenomena dan konsekwensi arah kiblat.

Dari Anas bin Malik, katanya” Rasulullah saw bersabda,“Barangsiapa shalat seperti kita, menghadap ke kiblat seperti kita, dan memakan binatang sembelihan seperti kita, maka dialah orang muslim yang berada di bawah  perlindungan Allah dan RasulNya, Karena itu janganlah anda menghianati Allah perihal perlindunganNya itu.” (Bukhari).

Dari Barrak bin ‘Azib r.a., katanya: “Rasulullah saw shalat menhadap ke Baitil Maqdis, enam atau tujuh belas bulan lamanya. Sedang beliau ingin shalat menhadap ke Ka’bah. Maka turun ayat: “Sesungguhnya Kami tahu engkau menghadapkan mukamu ke langit berulang-ulang, maka setelah itu Nabi saw shalat menghadap ke Ka’bah. Tetapi orang-orang bodoh, antara lain orang-orang Yahudi, berkata: “Apakah  sebabnya mereka berpaling dari kiblat mereka semula ?” Katakan hai Muhammad “Kepunyaan Allah Timur dan Barat, ditunjukiNya kepada jalan yang lurus siapa-siapa yang dikehendakiNya.” Seorang laki-laki shalat bersama Nabi saw waktu terjadinya perubahan kiblat  itu. Setelah shalat dia pergi. Dia melewati sekelompok oang Anshar sedang  shalat “Ashar, masih menghadap ke Baitil Maqdis. Lalu dikatakannya, bahwa tadi dia shalat bersama Nabi saw menghadap ke Ka’bah. Karena itu mereka merubah arah kiblat mereka dan menghadap ke Ka’bah. (Bukhari).

Dari Abdullah bin Umar r.a., katanya:”Ketika orang-orang di Quba sedang shalat subuh, tiba-tiba datang seorang mengatakan: “Sesungguhnya tadi malam Al Qur’an turun kepada Rasululah saw.  Beliau diperintahkan shalat menghadap ke Ka’bah, Maka menghadap pulalah anda semua ke Ka’bah. Lalu mereka yang ketika itu sedang shalat dengan menghadap ke Syam, merubah arah mereka dengan menghadap ke Ka’bah.

“Dan kepunyaan Allah-lah Timur dan Barat, maka ke manapun kamu menghadap di situlah wajah Allah. Sesungguhnya Allah Maha Luas (rahmat-Nya) lagi Maha Mengetahui”. (QS. 2:115)

Orang-orang yang kurang akalnya (safeh, orang ragu, orang lemah pemahamannya) di antara manusia akan berkata :”Apakah yang memalingkan mereka (ummat Islam) dari kiblatnya (Baitul Maqdis) yang dahulu mereka telah berkiblat kepadanya?”. Katakanlah :

”Kepunyaan Allah-lah Timur dan Barat; Dia memberi petunjuk kepada siapa yang dikehendaki-Nya ke jalan yang lurus”. (QS. 2:142)

“Dan demikian (pula) Kami telah menjadikan kamu (ummat Islam), ummat yang adil dan pilihan agar kamu menjadi saksi atas (perbuatan) manusia dan agar Rasul (Muhammad) menjadi saksi atas (perbuatan) kamu. Dan Kami tidak menjadikan kiblat yang menjadi kiblatmu (sekarang) melainkan agar Kami mengetahui (supaya nyata) siapa yang mengikuti Rasul dan siapa yang membelot. Dan sungguh (pemindahan kiblat) itu terasa amat berat, kecuali  bagi beberapa orang yang telah diberi petunjuk oleh Allah, dan Allah tidak akan menyia-nyiakan imanmu. Sesungguhnya Allah Maha Pengasih lagi Maha Penyayang kepada manusia”. (QS. 2:143)

“Sungguh Kami (sering) melihat mukamu menengadah ke langit, maka sungguh Kami akan memalingkan kamu ke kiblat yang kamu sukai. Palingkanlah mukamu ke arah Masjidil Haram. Dan di mana saja kamu berada, palingkanlah mukamu ke arahnya. Dan sesungguhnya orang-orang (Yahudi dan Nasrani) yang diberi Al-Kitab (Taurat dan Injil) memang mengetahui bahwa berpaling ke Masjidil Haram itu adalah benar dari Tuhan-nya; dan Allah sekali-kali tidak lengah terhadap apa yang mereka kerjakan”. (QS. 2:144)

“Dan sesungguhnya jika kamu mendatangkan kepada orang-orang (Yahudi dan Nasrani) yang diberi Al-Kitab (Taurat dan Injil), semua ayat (keterangan), mereka tidak akan mengikuti kiblatmu, dan kamu pun tidak akan mengikuti kiblat mereka, dan sebagian dari mereka pun tidak mengikuti kiblat sebagian yang lain. Dan sesungguhnya jika kamu mengikuti keinginan mereka setelah datang ilmu kepadamu, sesungguhnya kamu kalau begitu termasuk golongan orang-orang yang zalim”. (QS. 2:145)

“Orang-orang (Yahudi dan Nasrani) yang telah Kami beri Al-Kitab (Taurat dan Injil) mengenal Muhammad seperti mereka mengenal anak-anaknya sendiri. Dan sesungguhnya sebagian di antara mereka menyembunyikan kebenaran, padahal mereka mengetahui”. (QS. 2:146)

“Kebenaran itu adalah dari Tuhan-mu, sebab itu jangan sekali-kali kamu termasuk orang-orang yang ragu”. (QS. 2:147)

“Dan bagi tiap-tiap ummat ada kiblatnya (sendiri) yang ia menghadap kepadanya. Maka berlomba-lombalah kamu (dalam membuat) kebaikan. Di mana saja kamu berada pasti Allah akan  mengumpulkan kamu sekalian (pada hari kiamat). Seungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu”. (QS. 2:148)

“Dan dari mana saja kamu keluar (datang), maka palingkanlah wajahmu ke Masjidil Haram; Sesungguhnya ketentuan itu benar-benar sesuatu yang haq dari Tuhan-mu. Dan Allah sekali-kali tidak lengah atas apa yang kamu kerjakan”. (QS. 2:149)

Itulah beberapa ayat-ayat Allah yang integral dikupas dalam satu surat yang cukup panjang dan hadits nabawi yang menjelaskan status hukum normatif, mengapa Rasululullah dan ummat saat itu beralih arah kiblat. Kalau ditinjau dari Hadits dan ayat-ayat tersebut di atas maka menghadap ke Ka’bah itu adalah ketetapan Allah setelah Rasulullah memintanya bagi beliau dan umatnya.

Menghadap Ka’bah bukan berarti kita menyembah Ka’bah, tetapi merupakan simbol yang ditetapkan Allah bagi kiblat orang-orang Islam. Hal ini untuk membedakan kiblat umat Muhammad dengan kiblat umat lain.

Namun demikian, Allah maha bijaksana,  seandainya kita berada di suatu tempat dan tidak mengetahui arah Ka’bah maka menghadap kemanapun sah shalatnya karena dimana saja disitu ada Wajah Allah. Menghadap ke Ka’bah adalah simbol persatuan, dan untuk memudahkan kalau kita shalat khususnya shalat berjamaah.

Lebih jauh dari itu, baiklah kita perlu merenungi fenomena di balik rahasia berbaliknya arah kiblat dari Baitil Maqdis Palestina ke Ka’bah yang berada di Masjidil Haram Makkah. Bagi orang-orang beriman akan senantiasa berkeyakinan, bahwa ada hikmah yang agung dibalik setiap perintah atau larangan dalam syariat  agama. Hikmah inilah yang coba digali oleh setiap kita, termasuk dalam masalah kiblat ini. Agar semakin tunduklah hati orang-orang beriman atas kebesaran dan kebenaran risalah yang dibawa oleh para nabi, berupa risalah islam yang suci ini.


Ka’bah sebagai tempat ibadah manusia pertama

Hikmah Ka’bah dijadikan arah kiblat ini terkait dengan sejarah islam dari sejak zaman nabi-nabi terdahulu. Yang mana ka’bah merupakan bangunan pertama yang dipergunakan untuk ibadah di muka bumi. Bahkan jauh sebelum manusia diciptakan di bumi, Allah telah mengutus para malaikat turun ke bumi dan membangun rumah pertama tempat ibadah manusia. Ini sudah dituturkan dalam Al-Quran:

Sesungguhnya rumah yang mula-mula dibangun untuk manusia, ialah Baitullah yang di Bakkah (Mekkah) yang diberkahi dan menjadi petunjuk bagi semua manusia.”  (Ali Imran : 96).

Di zaman Nabi Nuh bangunan ka’bah  pernah tenggelam dan runtuh karena banjir, hingga datang masa kenabian Ibrahim dan Ismail. Lalu Allah  memerintahkan keduanya untuk mendirikan kembali ka’bah di atas bekas pondasinya dahulu. Sebagaimana firmanNya: 

“Dan telah Kami perintahkan kepada Ibrahim dan Ismail: "Bersihkanlah rumah-Ku untuk orang-orang yang thawaf, yang i'tikaf, yang ruku' dan yang sujud". (Al Baqarah : 125).

Lalu di masa Rasulullah, awal perintah shalat mengadap  ke arah baitul Maqdis di Palestina. Namun Rasulullah  sering menengadahkan wajahnya ke langit berharap turunnya wahyu untuk memalingkan qiblat ke Ka’bah. Hingga turunlah ayat : “Sungguh Kami melihat mukamu menengadah ke langit, maka sungguh Kami akan memalingkan kamu ke kiblat yang kamu sukai. Palingkanlah mukamu ke arah Masjidil Haram. Dan dimana saja kamu berada, palingkanlah mukamu ke arahnya. Dan sesungguhnya orang-orang yang diberi Al Kitab memang mengetahui, bahwa berpaling ke Masjidil Haram itu adalah benar dari Tuhannya; dan Allah sekali-kali tidak lengah dari apa yang mereka kerjakan.” (Al-Baqarah : 144).

Melihat realitas sejarah, dalam urusan menghadap Ka’bah, umat Islam punya latar belakang sejarah yang panjang.  Ka’bah merupakan bangunan yang pertama kali didirikan di atas bumi untuk dijadikan tempat ibadah manusia pertama. Dan Allah telah menetapkan bahwa shalatnya seorang muslim harus menghadap ke Ka’bah sebagai bagian dari aturan baku dalam shalat. Hal ini adalah sesuatu yang memang diharapkan oleh Rasulullah, dan boleh jadi Allah menetapkan ka’bah sebagai kiblat, bukannya tempat lain,  adalah karena Allah ingin menyenangkan  hati kekasihNya.


Ajaran agama samawi ber-kiblat ke Ka’bah

Yahudi dan Nasrani adalah termasuk diantara agama samawi, yakni suatu agama yang dahulunya juga bersumber dari ajaran nabi-nabi. Yang mana pada ajaran keduanya, masih ada terkandung sisa-sisa wahyu ilahi yang murni. Dan termasuk terkait dengan masalah kiblat ini. Dalam Alkitab sendiri, jelas tertulis bahwa shalat  (ibadah) itu harus menghadap kiblat, berikut diantaranya :

-      (Mazmur 5:8 ) : Tetapi aku, berkat kasih setia-mu yang besar, aku akan masuk ke dalam rumah-mu, sujud menyembah ke arah bait-mu yang kudus dengan takut akan engkau.
-      (mazmur 138:2) : Aku hendak sujud ke arah bait-mu yang kudus dan memuji nama-mu, oleh karena kasih-mu dan oleh karena setia-mu; sebab kaubuat nama-mu dan janji-mu melebihi segala sesuatu.
-      (yehezkiel 44:4) :  Lalu dibawanya aku melalui pintu gerbang utara ke depan bait suci; aku melihat, sungguh, rumah tuhan penuh kemuliaan tuhan, maka aku sujud menyembah.
-      (daniel 6:10) : Demi didengar daniel, bahwa surat perintah itu telah dibuat, pergilah ia ke rumahnya. Dalam kamar atasnya ada tingkap-tingkap yang terbuka ke arah yerusalem; tiga kali sehari ia berlutut, berdoa serta memuji allahnya, seperti yang biasa dilakukannya.

Jadi awalnya, para penganut ajaran agama Yahudi dan Nashrani pun, dimana posisi mereka yang berada di Palestina, dalam melaksanakan ibadahnya mengarah ke Ka’bah sebagaimana dilakukan oleh nenek moyang mereka, para nabi-nabi  sebelumnya, entah mengapa pada akhirnya mereka mengubah arah kiblatnya sendiri dalam kurun waktu ribuan tahun lamanya. Dengan adanya keinginan Rasulullah SAW dan kerinduan beliau kepada para nabi-nabi terdahulu sebagai nenek moyang yang lebih dahulu mengemban amanah kerisalahan nubuwah, maka Rasululullah tak henti-hentinya berdo’a kepada Allah, agar arah kiblat dikembalikan ke Ka’bah yang berada di di Masjidil Haram Makkah, dan alhamdu lillah Ka’bah kembali sebagai pusat arah kiblat ibadah ummat Islam.


Ka'bah pusat dunia dan Islam menghendaki persatuan

Kini kaum muslimin yang hendak menunaikan ibadah shalat cukup satu arah kiblat, yaitu arah Ka’bah. Fenomena awal, umat Islam zaman Rasul dan Sahabat, bisa jadi ada sebagian orang yang ingin menghadap ke utara, sedangkan yang lainnya ingin menghadap ke selatan. Kemudian, Rasulullah menghendaki, untuk menyatukan kaum muslimin dalam beribadah kepada Allah, maka kini,  kaum muslimin di mana pun berada diperintahkan hanya menghadap ke satu arah, yaitu Ka'bah. Kaum muslimin yang tinggal di sebelah barat Ka'bah, mereka salat menghadap timur. Begitu pula yang tinggal di sebelah timur Ka'bah, mereka menghadap barat. Dan inilah satu satunya agama yang memiliki Qiblat.

Menurut Dr Zakir Naik dari India, bahwa dengan adanya arah kiblat ke Ka’bah, maka kaum muslimin inilah umat pertama yang menggambar peta dunia. Mereka menggambar peta dengan selatan menunjuk ke atas dan utara ke bawah. Ka'bah berada di pusatnya. Kemudian, para kartografer Barat membuat peta terbalik dengan utara menghadap ke atas dan selatan ke bawah. Meski begitu, alhamdulillah, Ka'bah terletak di tengah-tengah peta. Subhanallah..! Lebih lanjut, ketika kaum muslimin pergi ke Masjidil Haram di Mekah, mereka melakukan tawaf atau berkeliling Ka'bah. Perbuatan ini melambangkan keimanan dan peribadahan kepada keesaan satu Tuhan. Sama persis dengan lingkaran yang hanya punya satu pusat maka hanya Allah saja yang berhak disembah.

Sebagai renungan terakhir pasal ini,  yakni menegaskan jawaban dari sebuah pertanyaan dari kaum non muslim atau sebangsanya,  yang katanya, Ibadah umat islam menghadap ka’bah serupa dengan tatacara menyembah berhala ?

Pernyataan ini tentu saja sangat keliru besar. Orang yang tidak beriman sekalipun, asalkan ia mau menggunakan akal yang waras, pasti tidak akan menerima pernyataan seperti ini. Karena hal ini bukan hanya bertentangan dengan fakta dan realita, juga bertentangan dengan cara berfikir yang sehat. Secara bahasa saja, menghadap tidaklah sama dengan menyembah, itu dua hal yang jelas sangat berbeda.

Bagaimana mungkin hendak disamakan umat islam yang menjadikan ‘batu’ sebagai arah menghadap, dengan para paganis yang menjadikan batu sebagai sesembahan ? Apakah hendak disamakan sekelompok orang yang menjadikan bangunan yang memiliki latar belakang sejarah sebagai pemersatu dengan sekelompok lainnya yang mengharapkan pertolongan dari makhluk / batu ?  

Lagi pula, tidak ada yang istimewa dari ka’bah kecuali keistimewaan yang memang diberikan oleh syariat, seperti ia adalah bangunan dan  tempat yang diberkahi. Allah bahkan telah menegaskan:  

“Bukanlah menghadapkan wajahmu ke arah timur dan barat itu suatu kebajikan, akan tetapi sesungguhnya kebaikan itu ialah beriman kepada allah, hari kemudian, malaikat-malaikat, kitab-kitab, nabi-nabi dan memberikan harta yang dicintainya kepada kerabatnya, anak-anak yatim, orang-orang miskin, musafir (yang memerlukan pertolongan) dan orang-orang yang meminta-minta; dan (memerdekakan) hamba sahaya, mendirikan shalat, dan menunaikan zakat; dan orang-orang yang menepati janjinya apabila ia berjanji, dan orang-orang yang sabar dalam kesempitan, penderitaan dan dalam peperangan. mereka itulah orang-orang yang benar; dan mereka itulah orang-orang yang bertakwa.” (Al Baqarah :177) (Ubes Nur Islam dari berbagai sumber)


2 komentar:

  1. Subhanallah.. Alhamdulillah kalau kita sedang shalat, kita menghadapnya ke kakbah. O iya, kalao kita dalam perjalanan, bagaiaman cara sholat dalam perjalanan?

    BalasHapus
  2. Terima kasih ya. Semoga Allah melipat ganda kan pahala orang yang menyebarkan ilmu ini. Amin

    BalasHapus