This is default featured slide 1 title

Lorem ipsum dolor sit amet, consectetur adipisicing elit, sed do eiusmod tempor incididunt ut labore et dolore magna aliqua. Ut enim ad minim veniam. blogger theme by BTemplates4u.com.

This is default featured slide 2 title

Lorem ipsum dolor sit amet, consectetur adipisicing elit, sed do eiusmod tempor incididunt ut labore et dolore magna aliqua. Ut enim ad minim veniam. blogger theme by BTemplates4u.com.

This is default featured slide 3 title

Lorem ipsum dolor sit amet, consectetur adipisicing elit, sed do eiusmod tempor incididunt ut labore et dolore magna aliqua. Ut enim ad minim veniam. blogger theme by BTemplates4u.com.

This is default featured slide 4 title

Lorem ipsum dolor sit amet, consectetur adipisicing elit, sed do eiusmod tempor incididunt ut labore et dolore magna aliqua. Ut enim ad minim veniam. blogger theme by BTemplates4u.com.

This is default featured slide 5 title

Lorem ipsum dolor sit amet, consectetur adipisicing elit, sed do eiusmod tempor incididunt ut labore et dolore magna aliqua. Ut enim ad minim veniam. blogger theme by BTemplates4u.com.

Selasa, 28 Oktober 2014

Pengaruh positif wirid zikir bagi kehidupan Manusia



Awrod zikir yang dibaca seseorang ternyata memiliki pengaruh kuat bagi si pelakunya (yang berzikir). Pengaruh ini jenisnya semacam cahaya magnetis, atau aura bioenergi yang mampu memberikan efek positif dam detoksifikasi bagi si pelaku zikir.

Menurut para ahli hikmah, zikir memiliki pengaruh yang kuat terhadap kecemerlangan cahaya batin. Hati yang selalu terisi dengan Cahaya Zikir akan memancarkan Nur Allah dan keberadaannya akan mempengaruhi perilaku yang serba positif. Kebiasaan melakukan zikir dengan baik akan menimbulkan ketentraman hati dan menumbuhkan sifat ikhlas. Hikmah zikir amat besar bisa membangkitkan kekauatan indra keenamnya (batinnya).

Ditinjau dari sisi kekuatan batin, zikir merupakan metode membentuk dan memperkuat Niat Hati, sehingga dengan izin Allah SWT, apa yang terdapat dalam hati, itu pula yang akan di kabulkan oleh Allah SWT. Dengan kata lain, zikir memiliki beberapa manfaat, di antaranya, Membentuk, Memperkuat Kehendak, Mempertajam Batin, sekaligus bernilai Ibadah. Dengan zikir berarti membersihkan dinding kaca batin, ibarat sebuah bohlam lampu yang tertutup kaca yang kotor, meyebabkan cahaya-sinarnya tidak muncul keluar secara maksimal. Melalui zikir, berarti membersihkan kotoran yang melekat sehingga kaca menjadi bersih dan cahaya-sinarnya bisa memancar keluar.

Wiridan adalah mekanisme ritual bagaimana mampu membangkitkan diri selalu berkoneksi dengan kholik, Zat pencipta. Zikir adalah fenomena kesadaran diri, bahwa dirinya sedang bertatap muka dengan sang khalik itu. Jadi wiridan adalah kalimat atau media kata yang terus menerus dibaca seseorang untuk memberi efek sadar diri bahwa dirinya selalu bersama dan dilihat selalu oleh sang kholik.

Ahli tasawwuf mengklasifikasi teknik zikir menjadi dua, zikir jahar dan khofiy. Zikir jahar adalah ungkapan zikir yang diucapkan atau dilafalkan secara terang melalui lisan atau mulut. Sedangkan zikir khofi adalah zikir yang dilakukan bukan dengan mulut tetapi dengan gerakan hati yang diliputi oleh konsentrasi pikiran. Bagi para ahli pengamal thoriqah, jenis zikir ini secara otomatis dilakukan secara bersamaan. Mekanisme sisesuaikan dengan terma dan situasi yang sudah diatur sedemikian rupa.

Pengaruh umum dari aktifitas zikir bisa terlihat dari sipengamalnya. Pengaruh ini dapat terlihat secara nyata. Dalam kajian tasawwuf, pengarur zikir ada yang disebut pertama, NAR, yaitu suatu fenomena dimana seseorang pelaku zikir memiliki kekutan magis, namun kekuatan nya ini masih kasar, masih ada kandungan sahwati dan pengaruh nafsu masih masih mengelilingi dirinya. Bahkan pengaruh nafsunya cukup besar, tidak heran, manakala si pengamal zikir tingkat ini kadang karakternya sedikit ganas dan kasar, sedikit sombong dan kaku.

Kedua, yaitu pengaruh yang disebut NUR, yaitu suatu fenomena dimana seseorang pelaku zikir memiliki kekutan magis, namun kekuatannya ini sudah lembut, kandungan sahwati dan pengaruh nafsu sudah mengurang bahkan mungkin tidak ada, kalupun ada sangat kecil. Oleh karenanya, kekauatan megisnya sangat tinggi, tak hanya roh jiwaninya mampu tembus ke alam semesta bahkan jasad kasarnya pun bisa menembus hal-hal kasar, tembus gunung, tembus lautan, mampu tembus ke ruang langgit dan bisa masuk ke ruang bumi. Bumi, langit dan semua yang kasar sama saja, tidak bedanya seperti angin saja. Masih bingung statement tersebut. Sekarang bisa anda buktikan sendiri, namun sebelumnya Anda harus menjadi pengamal thoriqah yang baik dulu.

Masyarakat Indonesia, sebagai bangsa yang memiliki kaya akan kepercayaan kepada Tuhan Yang Maha Esa, dengan beridentitasi kepada agama-agama yang dianutnya, terutama mereka yang menganut ajaran Islam sepatutnya mencoba apa itu berzikir sesuai thoriqah, maka secara mandiri, mereka akan memiliki kemapuan maksimal dalam dirinya akan terlihat. Ayo buktikan! (ubes Nur Islam).

AMALAN-AMALAN TASAWWUF DALAM ZIKIR THORIQOAH



Setiap thoriqoh memiliki cara dan metode tersendiri dalam melakukan teknis kegiatan wirid atau zikir, baik Thoriqoh mu’tabaroh maupun  ghair mu’tabarah. Jika thoriqoh mu’tabaroh amaliyah zikir tersusun secara sistematis melalui bimbingan mursyidnya masing-masing. Lain halnya dengan ghair mu’tabarah, zikiran yang dilakukannya bisa merupakan saduran dari zikiran wirid-wirid dari thoriqah yang diambilnya, bisa satu zikiran, bisa beberapa macam zikiran. Atau Bahkan zikirannya bisa jadi dari buatannya sendiri, kadang zikiran ini menyalahi aturan syari’ (hukum Islam). Yang jelas aliran ghoir mu’tabarah zikirannya tidak punya sanad yang jelas.

Untuk dapat memahami manakah zikiran thoriqah yang benar mu’tabarah dan lainnya, dapat dilihat dari tiga sisi bentuk amalannya. Pertama, ada yang disebut zikir wajib,  yakni zikiran yang harus dilaksanakan setiap selesai sholat fardhu, pagi dan sore. Zikiran ini tidak bisa tidak, tetapi harus diamalkan sesuai peraturan yang ditetapkan mursyid thoriqah. Dalam Thoriqoh At Tijany menyebutnya zikiran ini sebagai wirid laazim. Dalam thoriqoh Alawiyah disebut awrod maktubah.

Kedua, ada yang disebut zikiran wadzifah, yakni zikiran penunjang, zikiran yang rutin dilakukan sekali  dalam sehari semalam selama hidupnya. Dan ketiga zikiran mustahab, sebagai lazimul faidah dan penguat untuk memberi dampak kemampuan secara rutin terhadap semua aktifitas ibadahnya dan rutinitas zikirnya sekaligus memberi kekuatan dalam melaksanakan amaliyah secara istiqamah salama menjalankan praktek thariqahnya.

Untuk lebih cepat memahami kaifiyat zikir thariqah kita ambil dari metode yang dijalankan dalam thoriqah ‘Alawiyah. Berikut ini amalan zikir dalam Thoriqah ‘Alawiyah.

Ada 3 (tiga) kelasifikasi jenis amalan zikir dalam Thoriqoh Alawiyah:

1) Auradul Maktubah , yang harus diamalkan oleh para santri atau murid yang menjalankan thoriqoh Alawiah ini,  diantaranya : Wirid Laazim , yaitu membaca:

- syahadatain   41 X

- Sholawat  41x

-surah Al Fatihah 41 x

-surat al-Ikhlas 41 x

- Ratibul Haddad 1x

-qira’atul qur’an (minimal setiap 3-7 hari khatam 30 Zuz)


2) zikiran wadzifah, yakni zikiran rutin dilakukan sekali  dalam sehari semalam selama hidupnya
Dikerjakan 1x sehari semalam, atau pagi dan sore, pagi dimulai setelah selesai waktu sholat subuh sampai waktu ashar paling lambat sampai maghib. Adapun zikiran yang diamalkannya adalah:

a. setelah sholat maghrib atau subuh membaca:

-setelah selesai zikir aurod maktubah,

-kemudian membaca Ratibul Haddad 1x

b. pada watu malam hari jam 12.00, wib membaca

-zikir ataqoh kubro 1000-10.000 x

-Doa tawajjuh

3) Ketiga zikiran mustahab, sebagai lazimul faidah, penguat untuk memberi dampak kemampuan berthariqah secara rutin. Yakni melakukan zikir arkan, meliputi berbagai aktifitas zikir melalu gerakan anggota tubuh jasmani dan rohani. Aktifitas ini menyusup ke berbagai kegiatan keseharian seseorang baik dalam hal ibadah, muamalah, munakahat, dan lainnya. Seluruh kegiatan bernafas zikir, bentuk jikirnya khofiy. (ubes Nur Islam)

Senin, 27 Oktober 2014

KUNCI PENTING DALAM PENGAMALAN TARIQAH




Nabi Muhammad saw sebagai guru pertama umat Islam telah membuka jalan (tariqah) yang pertama dan telah menyempurnakan tablighnya (penyampaiannya). Maka dengan ini tariqah kaum muslimin keseluruhannya berpokok pangkal dari tariqah Nabi Muhammad saw. Segala amal ibadah yang kita lakukan atau tariqah yang kita amalkan adalah petunjuk yang kita terima dari guru-guru kita. Mereka sebelumnya menerima dari para ulama.

Para ulama sebelumnya menerima dari para Tabi’ Tabi’in. Mereka pula telah menerima dari para tabi’in yang telah menerima dari sahabat yang langsung menerima dari Rasulullah saw. Rasulullah saw telah menerima segala ajaran pula dari Jibril as dan Jibril pula menerimanya dari Allah swt. Perlaksanaan sunnah Nabi Muhammad saw yang terkandung dalam Ilmu Fiqeh harus dilaksanakan melalui tariqah. Tidak mencukupi hanya dari keterangan hadis–hadis Nabi Muhammad saw sahaja tanpa ada sahabat yang melihat cara perlaksanaan Nabi saw dalam sesuatu ibadah. Kemudian mereka pula menceritakan kembali caranya kepada murid-muridnya iaitu para tabi’in dan seterusnya.

Untuk mengamalkan AJARAN thoriqoh, seseorang harus punya tali sanad yang tersambung sebagai kunci pembuka masuk thoriqoh. Oleh karena itu, seseorang yang masuk thoriqoah harus memahami kunci-kunci penting dalam thoriqah, yang meliputi hal berikut ini: Guru atau Mursyid, Murid atau Salik, Talqin dan Bai’ah, dan Silsilah.

1. Guru atau Mursyid

Syeikh atau guru mempunyai kedudukan yang penting dalam Tariqah. Ia juga sering dikenali dengan panggilan Mursyid (yang memberi petunjuk). Seorang guru tidak sahaja merupakan seorang pemimpin yang mengawasi murid-muridnya dalam kehidupan zahir dan pergaulan sehari-hari, agar tidak menyimpang daripada ajaran-ajaran Islam dan terjerumus kepada perbuatan maksiat, berbuat dosa besar atau kecil, yang segera harus ditegurinya. Akan tetapi peranannya juga lebih dari itu, adalah sebagai pemimpin kerohanian yang tinggi sekali kedudukannya dalam Tariqah. Ia merupakan perantaraan dalam ibadah antara murid
dan Tuhannya. Ini dikaitkan dengan peranan Rasulullah saw didalam membimbing para sahabat menuju kepada penghambaan kepada Allah.

Seorang syeikh dalam Tariqah membimbing muridnya dengan memberikan pengajaran zikrullah melalui proses Bai’ah (perjanjian). Dan kedudukan syeikh itu haruslah bersilsilah dengan para gurunya pula di mana dia memperolehi ajaran Tariqah tersebut. Oleh kerana itu jabatan ini tidaklah dapat dipangku oleh orang sembarangan walaupun ia mempunyai pengetahuan yang lengkap tentang Tariqah. Di samping menerima ijazah dari guru sebelumnya sebagai penerus pemimpin tariqah, seorang syeikh itu haruslah mempunyai kebersihan rohani dan kehidupan bathin yang murni.

Berbagai status dan julukan nama yang tinggi diberikan kepada para mursyid menurut kedudukannya, diantaranya ialah: a. Mursyid : Orang yang memberikan petunjuk (Irsyad)Sheikh Nama yang sering dikaitkan sebagai guru, ketua atau pemimpin, b. Murabbi : Orang yang mengajarkan ilmu pendidikan (tarbiah) Maulana Gelaran ‘tuan’ guru yang sudah mencapai darjat tinggi, c. Mua’allim : Guru yang memberikan ilmu Mudarris Pengajar atau pengurus satu pengajian, d. Muaddib : Guru yang mengajar adab atau tatasusila.Manusia dipanggil ‘adib’ dalam hubungan dengan Khaliq (Penciptanya), e. Ustaz : Gelaran biasa bagi seorang guru. Ia lazim sekali digunakan dalam rantau sebelah sini, terutama di Singapura, Malaysia dan Brunei. Tetapi di Indonesia sering ustaz itu dipanggil kiyai, f. Nussak : Orang yang mengerjakan segala amal dan perintah agama, g. Ubbad : Orang yang ahli dan ikhlas mengerjakan segala ibadah, h. Imam : Pemimpin bukan sahaja dalam soal ibadah, bahkan juga dalam sesuatu aliran keyakinan, dan i. Sadah : Bererti Penghulu. Gelaran ini juga kadangkala diberikan kepada seorang guru sebagai penghormatan atau orang yang dihormati dandiberi kuasa yang penuh.

2. Murid atau Salik

Pengikut sesuatu tariqah itu dinamakan murid, iaitu orang yang menghendaki pengetahuan dalam segala amal ibadahnya. Murid itu terdiri dari lelaki dan perempuan, tua mahupun muda. Dalam tariqah, seorang murid itu tidak hanya berkewajipan mempelajari segala sesuatu yang diajarkan atau melakukan segala sesuatu yang dilatihkan guru kepadanya yang merupakan pokok asal dari ajaran-ajaran sesuatu Tariqah. Bahkan ia harus patuh dan beradab kepada syeikhnya, dirinya sendiri mahupun terhadap saudara-saudaranya setariqah serta orang Islam yang lain.

Segala sesuatu yang bertalian dengan itu, diperhatikan dengan sungguh-sungguh oleh Mursyid sesuatu tariqah, kerana kepada keperibadian murid-muridnya itulah bergantung yang terutama berhasil atau tidak perjalanan suluk tariqah yang ditempuhnya. Pelajaran-pelajaran kesufian dan latihan-latihan tariqah itu akan
kurang faedahnya, jika ianya tidak meninggalkan perubahan budi pekerti dan peningkatan amaliah murid-murid itu.

3. Talqin dan Bai’ah

Talqin dalam istilah Tasawuf adalah pengajaran dan peringatan yang diberikan oleh seorang Mursyid kepada muridnya yang hendak mempelajari beramal mengikut perjalanan tariqahnya. Manakala Bai’ah pula bererti perjanjian (‘ahad) kesanggupan kesetiaan seorang murid di hadapan gurunya untuk mengamal dan mengerjakan segala amalan dan kebajikan yang diperintahkan oleh gurunya.

Talqin dan bai’ah dalam perlaksanaan adalah sesuatu yang asas dan menjadi pokok pengamalan dalam tariqah. Seorang murid sebelum mengamal, terlebih dahulu harus mendapatkan Bai’ah dan berjanji dengan gurunya dengan penuh kesetiaan. Dengan menjalani proses perjanjian ini, ia akan dapat memberi kesan yang mendalam kepada orang yang menerima pengajaran itu dan dapat menguatkan tali ikatan perguruan dan
persaudaraan kukuh yang tidak akan putus antara seorang murid dan gurunya juga meninggalkan pengertian yang sangat mendalam dan cara-cara serta adab yang akan ditinggalkan dalam ingatankedua belah pihak.

Kebiasaannya, seorang Syeikh atau Mursyid akan memberikan pengajaran Zikrullah kepada muridnya sebagai
amalan pokok dalam tariqah. Zikrullah yang diajarkan berupa kalimah Tauhid ‘La Ilaha Illallah’ diajarkan kepada murid dengan cara pengamalan yang khusus, terutama melafazkan kalimah ini dengan lafaz yang bersuara dan juga di dalam hati.

Inilah cara yang pernah dipelajari dan diambil oleh Sayidina Abu Bakar As Siddiq ra dan Sayidina Ali Bin Abi Thalib ra daripada Rasulullah saw sehingga melaksanakan zikir dengan kalimah ini dapat meresap teguh sampai ke dalam hati. Terdapat banyak hadis yang menerangkan peristiwa Nabi Muhammad saw mengambil ‘ahad (perjanjian) pada waktu membai’atkan para sahabatnya, secara perseorangan dan berjamaah.

Diriwayatkan oleh Ahmad dan At-Tabrani dari Syaddad Bin Aus bahawa Rasulullah saw pernah mentalkin sahabat-sahabat beliau secara berjamaah dan perseorangan. Pada suatu hari ketika kami berada dekat Nabi saw dan beliau bersabda, “Adakah di antara kamu orang asing?” (yakni Ahli kitab). Maka saya menjawab: ‘Tidak ada’. Lalu Rasulullah saw berkata, “Angkatlah tanganmu dan ucapkanlah La Ilaha Illallah”. Lantas beliau menyambung, “Segala puji bagi Allah wahai Tuhanku, Engkau telah mengutus aku dengan kalimah ini dan
Engkau menjadikan dengan ucapannya kurnia syurga kepadaku dan bahawa Engkau tidak sekali-kali memungkiri janji”. Kemudian beliau bertanya: “Ketahuilah, gembiralah. Sesungguhnya Allah swt telah
mengampuni kamu sekelian.”

Terdapat juga sesetengah kumpulan tariqah yang menjalankan proses perjanjian dan talqin dengan cara yang berlainan iaitu dengan Wasiat, Ijazah dan Khirqah. Ijazah dan Wasiatmerupakan kekuasaan seorang guru dalam bentuk surat keterangan yang memberi kekuasaan kepada seorang murid untuk mengamalkan sesuatu atau selanjutnya mengajarkan pengamalan tariqah itu kepada orang lain. Manakala Khirqah pula berupa sepotong kain atau pakaian yang pada kebiasaannya dari bekas pakaian seorang guru yang diberikan kepada murid atau memakainya sebagai mengikat ikatan perguruan dalam pengamalan tariqah. Ini akan menghasilkan keberkahan dan dianggap suci dan menjadi kenang-kenangan bagi seorang murid.

4. Silsilah

Silsilah bagi seorang Syeikh atau Mursyid merupakan sesuatu yang penting untuk mengajar dan memimpin sesuatu tariqah. Mereka yang menggabung diri kepada sesuatu tariqah, hendaklah mengetahui benar-benar nisbah atau hubungan guru-gurunya yang sambung-menyambung antara satu sama lain sampai kepada Nabi
Muhammad saw. Ini dianggap perlu dan sesuatu yang darurat kerana ia memberikan petunjuk kepada seorang murid. Bantuan kerohanian yang diambil guru-gurunya itu harus benar, dan jika tidak berhubungan sampai kepada Nabi Muhammad saw, maka bantuan itu dianggap terputus dan tidak merupakan warisan daripada Nabi saw. Seorang murid dalam tariqah hanya membuat perjanjian dengan gurunya dan tidak menerima Bai’ah, Talqin, Ijazah, Wasiat atau Khirqah tanda kesanggupan dan kesetiaan, kecuali kepada Mursyid yang mempunyai silsilah yang baik dan benar.

Silsilah itu merupakan hubungan nama-nama yang panjang yang satu bertalian dengan yang lain, dari kedudukan Mursyid hingga kepada Rasulullah saw. Barangsiapa yang tidak ada hubungan dengan Nabi sawia dianggap terputus limpahan cahaya dan tidak menjadi waris Rasulullah saw. Orang yang demikian tidak dibolehkan mengambil Bai’ah daripadanya dan ia tidak boleh memberi atau diberi Ijazah. Barangsiapa yang mengamalkan tariqah tetapi tidak mengenal nenek moyangnya (silsilah) dari para Masyaikh, ia ditolak dan tidak diakui.

Setiap orang yang tidak mempunyai syeikh (Mursyid) yang memberi bimbingan kepada jalan keluar dari sifat sifat tercela, maka dia dianggap maksiat kepada Allah dan RasulNya kerana dia tidak dapat petunjuk mengenai jalan mengubatinya. Walaupun ia mengamalkan segala perkara yang bersifat aktif ataupun menghafal seribu buku tidaklah bermanfaat dengan tidak berguru atau mempunyai Syeikh. (Ubes dari berbagai sumber)

ANTARA TASAWUF DAN PENGAMALAN THORIQOH




Pendahuluan 

Mengamalkan ilmu taswwuf tidak bisa lepas dari ilmu Tareqoh.  Ilmu Tsawwuf sebagai disiplin ilmu yang mengitari konsep-konsep praktek ajaran Islam secara terpadu, sedangkan ilmu thaiqoh adalah tata urutan bagaimana ilmu tasawwuf itu bisa diimplementasikan dalam kehidupan sehari-hari. Jadi antara ilmu tasawwuf dan ilmu thariqah tidak bisa dipisahkan. Thariqah adalah praktek amaliah tasawwuf yang dikembangkan oleh para imam murysid secara turun temurun, yang segi amaliahnya bersumber dari sanad-sanad yang diterima oleh masing-masing mursyid thariqah, yang kemudian berkembang menjadi sekte-sekte khusus sesuai keputusan  dan kebijakan para  mursyid yang membawanya. Sehingga, secara teknis amaliah thariqah dari masing-masing sekte akan sangat berbeda, walaupun pokok pangkalnya dari sumber yang sama, yaitu dari Rasulullah SAW.

Dalam realitasnya, praktek thariqah ini, ada yang mengambil dari sanad yang tersambung dari Rasulullah dan ada yang terputus bahkan bertententangan dengan sunnah Rasulullah, yang terakir inilah sangat dikecam oleh para ulama tasawwuf dan imam-imam mursyid thariqah, sebab prakteknya sangat tidak sesuai lagi dengan tatanan syariat Islam dan banyak bid’ahnya. Bagi praktek thariqah yang bagian pertama, yang sanadnya tersambung dengan Rasulullah inilah yang bisa dijadikan sumber amaliyah bagi ummat Islam. Para Ulama menyebut bagian pertama ini dengan sebutan thariqah  mu’tabarah.

Thariqah mu’tabarah adalah thariqah yang dilegetemed dan diakui oleh sumua aliran thoriqah. Karena praktek dan sumber amaliahnya sacara hakikat sama dengan semua thariqah yang ada. Perbedaanya hanya pada sisi sanad, pasword link, dan mekanisme pengamalan praktek zikir-zikir yang dilakukan para pangamal thariqah. Pihak yang dikuasakan untuk memberikan legitimasi ini adalah lembaga JATMAN NU, yaitu sebuah lembaga di bawah naungan Nahdhotul ‘Ulama.


Pengertian Thariqoh

Pengertian Thariqoh, ini berasal dari bahasa Arab ‘thariqah’, jamaknya tharaiq, yang secara etimologis berarti: (1) jalan atau petunjuk jalan atau cara, (2) Metode, system (al-uslub), (3) mazhab, aliran, haluan (al-mazhab), (4) keadaan (al-halah), (5) tiang tempat berteduh, tongkat, payung (‘amud al-mizalah).

Sedangkan menurut istilah, Thorekoh berasal dari kata ‘Ath-Thariq’, langkah jalan  menuju kepada Hakikat, atau dengan kata lain implementasi pengalaman Syari'at secara kaffah. Asy-Syekh Muhammad Amin Al-Kurdiy mengemukakan tiga macam definisi, yang berturut-turut disebutkan:

1) Tarekat adalah pengamalan syari'at, melaksanakan beban ibadah (dengan tekun) dan menjauhkan (diri) dari (sikap) mempermudah (ibadah), yang sebenarnya memang tidak boleh dipermudah.

2) Tarekat adalah menjauhi larangan dan melakukan perintah Tuhan sesuai dengan kesanggupannya; baik larangan dan perintah yang nyata, maupun yang tidak (batin).

3) Tarekat adalah meninggalkan yang haram dan makruh, memperhatikan hal-hal mubah (yang sifatnya mengandung) fadhilat, menunaikan hal-hal yang diwajibkan dan yang disunatkan, sesuai dengan kesanggupan (pelaksanaan) di bawah bimbingan seorang Arif (Syekh) dari (Shufi) yang mencita-citakan suatu tujuan.

Menurut L. Massignon, yang pernah mengadakan penelitian terhadap kehidupan Tasawuf di beberapa negara Islam, menarik suatu kesimpulan bahwa istilah Tarekat mempunyai dua macam pengertian, yaitu:  pertama, Tarekat yang diartikan sebagai pendidikan kerohanian yang sering dilakukan oleh orang-orang yang menempuh kehidupan Tasawuf, untuk mencapai suatu tingkatan kerohanian yang disebut "Al-Maqamaat" dan "Al-Ahwaal".

Kedua, Tarekat yang diartikan sebagai perkumpulan yang didirikan menurut ajaran yang telah dibuat seorang Syekh yang menganut suatu aliran Tarekat tertentu. Maka dalam perkumpulan itulah seorang Syekh  mengajarkan Ilmu Tasawuf menurut aliran Tarekat yang dianutnya, lalu diamalkan bersama dengan murid-muridnya.

Dari pengertian diatas, maka Tarekat itu dapat dilihat dari dua sisi; yaitu amaliyah dan perkumpulan (organisasi). Sisi amaliyah merupakan latihan kejiwaan (kerohanian); baik yang dilakukan oleh seorang, maupun secara bersama-sama, dengan melalui aturan-aturan tertentu untuk mencapai suatu tingkatan kerohanian yang disebut "Al-Maqaamaat" dan "Al-Akhwaal", meskipun kedua istilah ini ada segi prbedaannya.

Latihan kerohanian itu, sering juga disebut "Suluk", maka pengertian Tarekat dan Suluk adalah sama, bila dilihat dari sisi amalannya (prakteknya). Tetapi kalau dilihat dari sisi organisasinya (perkumpulannya), tentu saja pengertian Tarekat dan Suluk tidak sama.

Menurut Al-Jurjani ‘Ali bin Muhammad bin ‘Ali (740-816 M), tarekat ialah metode khusus yang dipakai oleh salik (para penempuh jalan) menuju Allah Ta’ala melalui tahapan-tahapan/maqamat.

Dengan demikian tarekat memiliki dua pengertian, pertama ia berarti metode pemberian bimbingan spiritual kepada individu dalam mengarahkan kehidupannya menuju kedekatan diri dengan Tuhan. Kedua, tarekat sebagai persaudaraan kaum sufi (sufi brotherhood) yang ditandai dengan adannya lembaga formal seperti zawiyah, ribath, atau khanaqah.

Bila ditinjau dari sisi lain tarekat itu mempunyai tiga sistem, yaitu: sistem kerahasiaan, sistem kekerabatan (persaudaraan) dan sistem hirarki seperti khalifah tawajjuh atau khalifah suluk, syekh atau mursyid, wali atau qutub. Kedudukan guru tarekat diperkokoh dengan ajaran wasilah dan silsilah. Keyakinan berwasilah dengan guru dipererat dengan kepercayaan karamah, barakah atau syafa’ah atau limpahan pertolongan dari guru.

Pengertian diatas menunjukkan Tarekat sebagai cabang atau aliran dalam paham tasawuf. Pengertian itu dapat ditemukan pada al-Thariqah al-Mu'tabarah al-Ahadiyyah, Tarekat Qadiriyah, Tarekat Naksibandiyah, Tarekat Rifa'iah, Tarekat Samaniyah dll. Untuk di Indonesia ada juga yang menggunakan kata tarekat sebagai sebutan atau nama paham mistik yang dianutnya, dan tidak ada hubungannya secara langsung dengan paham tasawuf yang semula atau dengan tarekat besar dan kenamaan. Misalnya Tarekat Sulaiman Gayam (Bogor), Tarekat Khalawatiah Yusuf (Suawesi Selatan) boleh dikatakan hanya meminjam sebutannya saja.

Thoriqoh atau tarekat adalah suatu ilmu untuk mengetahui hal ihwal nafsu dan sifat-sifatnya yang ada pada diri manusia, mana yang tercela kemudian di jauhi dan ditinggalkan, dan mana yang terpuji kemudian diamalkan. Tarekat ini sendiri tergolong menjadi dua golongan, yaitu tarekat muktabaroh dan tarekat yang tidak muktabaroh. Tarekat muktabaroh adalah aliran tarekat yang memiliki sanad yang muttashil (bersambung) sampai kepada Rosuluwllah Saw. Sedang beliau sendiri menerimanya dari malaikat jibril dan malaikat jibril dari Aowllah SWT.

Sedangkan tarekat yang tidak muktabaroh adalah aliran tarekat yang tidak memiliki sanad dan tidak muttashil sampi kepada Rosuluwllah. Tetapi pada pelaksanaan dan prakteknya bisa sama atau bahkan berbeda dan bertentangan.

Dalam Ilmu Tasawuf, Tariqah merupakan satu jalan atau kaedah yang ditempuh menuju keridhaan Allah swt dengan amaliah zahir dan bathin sepertimana yang terkandung dalam keluasan Ilmu Tasawuf. Adapun ikhtiar menempuh jalan itu lebih dikenali dengan istilah Suluk. Sedangkan orang bersuluk itu pula dipanggil Salik.

Dalam keterangan yang lain, dapat difahami bahwa tariqah itu adalah jalan atau petunjuk dalam melakukan sesuatu ibadah sesuai dengan ajaran yang dibawa oleh Nabi Muhammad saw dan dikerjakan oleh para sahabat Nabi Muhammad saw, Tabi’in, Tab’I Tabi’in turun temurun sehingga sampai kepada para ulama dan guru-guru.

Guru-Guru yang memberikan petunjuk dan bimbingan ini dinamakan Mursyid. Mursyid peranannya membimbing dan mengajar muridnya setelah memperolehi ijazah dari gurunya pula sebagai tersebut dalam silsilahnya. Dengan demikian ahli Tasawuf berkeyakinan bahwa hukum-hukum serta peraturan- peraturan dalam ilmu Syariah dapat dilaksanakan dengan sebaik- baik perlaksanaan melalui jalan Tariqah.


Penggunaan kata “thariqah” dalam Al-Qur’an

Di dalam Al-Quranul Karim, perkataan Tariqah digunakan sebanyak 9 kali di dalam 5 surah. Pengertian tariqah di dalam Al-Quran mempunyai beberapa pengertian. Antaranya ialah:

1. Surah An-Nisa’ : 168
‘Sesungguhnya orang-orang yang kafir dan melakukan kezaliman, Allah sekali-kali tidak akan mengampuni (dosa) mereka dan tidak (pula) akan menunjukkan jalan kepada mereka.’

2. Surah An-Nisa’ : 169
‘Melainkan jalan ke Neraka Jahannam; mereka kekal di dalamnya selama-lamanya. Dan yang demikian itu adalah mudah bagi Allah.’

3. Surah Thoha : 63
‘Mereka berkata : Sesungguhnya dua orang ini adalah benar-benar ahli sihir yang hendak mengusir kamu dari negeri kamu  dengan sihirnya dan hendak melenyapkan kedudukan kamu yang utama.’

4. Surah Thoha : 77
‘Dan sesungguhnya telah Kami wahyukan kepada Musa: Pergilah kamu dengan hambaKu (Bani Israil) di malam hari, maka buatlah untuk mereka jalan yang kering di laut itu, kamu tidak usah khuatir akan tersusul dan tidak usah takut (akan tenggelam).’

5. Surah Thoha : 104
‘Kami lebih mengetahui apa yang mereka katakan ketika berkata orang yang paling lurus jalannya di antara mereka: Kamu tidak berdiam (di dunia) melainkan hanyalah sehari sahaja.’

6. Surah Al-Ahqaf : 30
‘Mereka berkata : Hai kaum kami, sesungguhnya kami telah mendengarkan kitab (Al-Quran) yang telah diturunkan sesudah Musa yang membenarkan kitab - kitab yang sebelumnya lagi memimpin kepada kebenaran dan kepada jalan yang lurus.’

7. Surah Al-Mukminin : 17
‘Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan di atas kamu tujuh buah jalan (tujuh buah langit) dan Kami tidaklah lengah terhadap ciptaan (Kami).’

8. Surah Al-Jinn : 11
‘Dan sesungguhnya di antara kami ada orang-orang yang soleh dan di antara kami ada (pula) yang tidak demikian halnya. Adalah kami menempuh jalan yang berbeza-beza.’

9. Surah Al-Jinn : 16
‘Dan bahawasanya jikalau mereka tetap berjalan lurus di atas jalan itu (agama Islam), benar-benar Kami akan memberi minum kepada mereka air yang segar (rezeki yang banyak).’

Manakala, jika diperhatikan 3 bentuk kata tharaqa digunakan di dalam Al-Quran, maka bentuk tersebut adalah:1) Thariq – Jalan yang ditetapkan atau jalan yang dilalui oleh manusia, 2) Thariqah – Keutamaan atau kebenaran, 3) Tharaiq – Berbentuk jamak dari perkataan thariq dan thariqah. Mempunyai dua makna iaitu :Jalan yang nampak dan Aliran thariqah



Motivasi, Tujuan dan Pokok Amalan Thoriqoh

Thariqah sebagai  organisasi para salik dan sufi, pada dasarnya memiliki tujuan yang satu, iaitu Taqarrub (mendekatkan diri) kepada Allah swt. Akan tetapi sebagai organisasi, para salik yang kebanyakan diikuti masyarakat awam merupakan para Mubtadi’in, maka dalam tariqah terdapat tujuan-tujuan yang lain yang diharapkan dapat mendukung tercapainya tujuan pertama dan utama tersebut. Sehingga secara garis besar, dalam Tariqah terdapat tiga tujuan yang masing-masing melahirkan tatacara dan jenis-jenis amalan kesufian. Ketiga tujuan pokok tersebut adalah:


1. Tazkiyatun Nafs (Penyucian Jiwa)

Ia merupakan satu proses penyucian jiwa yang akan menghasilkan ketenteraman, ketenangan dan rasa dekat
dengan Allah swt dengan menyucikan hati dari segala kekotoran dan penyakit hati atau penyakit jiwa. Tujuan ini merupakan syarat yang harus dipenuhi oleh seorang salik atau ahli tariqah. Bahkan dalam tradisi tariqah, Tazkiyatun Nafs ini dianggap sebagai tujuan pokok. Dengan bersihnya jiwa dari berbagai macam penyakit, akan secara langsung menjadikan seseorang dekat kepada Allah swt. Zikrullah (Mengingati Dan Menyebut Allah)

Adapun jalan atau cara menjalani proses Tazkiyatun Nafs ini adalah dengan Zikrullah (mengingat Allah). Zikrullah merupakan amalan khas yang mesti ada dalam setiap Tariqah. Yang dimaksudkan dengan Zikir dalam sesuatu tariqah adalah mengingati Allah swt dan menyebut nama Allah swt, baik secara Jahar (lisan) atau secara Sirr (rahsia). Di dalam Tariqah, zikrullah diyakini sebagai cara yang paling efektif untuk membersihkan jiwa dari segala macam kekotoran dan penyakit-penyakitnya sehingga hampir semua tariqah menggunakan cara ini.

Selain zikrullah, Tazkiyatun Nafs ini juga diperolehi dengan: Mengamalkan Syariat, Melaksanakan amalan-amalan sunnah, dan Berperilaku zuhud dan wara’.


2. Taqarrub (Mendekatkan Diri Kepada Allah swt)

Taqarrub atau mendekatkan diri kepada Allah swt merupakan antara tujuan utama para sufi dan ahli tariqah. Ini diupayakan dengan beberapa cara yang tersendiri. Cara-cara tersebut dilaksanakan di samping  perlaksanaan dan upaya mengingat Allah (zikir) secara terus-menerus, sehingga sampai tidak sedetik pun seorang salik itu lupa kepada Allah swt.

Antara cara yang biasanya dilakukan oleh para pengikut tariqah untuk mendekatkan diri kepada Allah dengan lebih berkesan ialah : pertama Tawassul & Wasilah.  Tawassul dan Wasilah dalam upaya mendekatkan diri kepada Allah yang biasa dilakukan di dalam tariqah adalah suatu cara (wasilah) agar pendekatan diri kepada Allah swt dapat dilakukan dengan mudah dan ringan. Di antara bentuk-bentuk Tawassul yang biasa dilakukan adalah meng-hadiahkan bacaan Al-Fatihah kepada Syeikh yang memiliki silsilah tariqah yang diikutinya sejak Nabi Muhammad saw sampai kepada mursyid yang mengajar zikir kepadanya.

Kedua Muraqabah. Muraqabah ialah duduk bertafakkur atau mengheningkan perbuatan dengan penuh kesungguhan hati, dengan seolah-olah berhadapan dengan Allah swt. Meyakinkan diri bahwa Allah swt senantiasa mengawasi dan memerhatikannya. Sehingga dengan latihan Muraqabah ini, seorang salik akan memiliki nilai Ihsan yang baik, dan akan dapat merasakan kehadiran Allah swt di mana sahaja dan pada setiap masa.

Ketiga, Khalwat & Uzlah (Mengasingkan Diri). Khalwat atau uzlah adalah mengasingkan diri dari hiruk pikuk urusan duniawi. Sebahagian tariqah tidak mengajarkan Khalwat ini dalam keadaan fizikal, kerana mengikut golongan ini khalwat cukup dilakukan menerusi kehadiran hati (Khalwat Qalb). Sedangkan sebahagian tariqah yang lain, mengajarkan Khalwat atau Uzlah secara fizikal, sebagai pengajaran untuk membawa penuntutnya dapat melakukan Khalwat Qalb. Ajaran tentang khalwat ini dilaksanakan dengan mengambil iktibar dari amalan Rasulullah saw pada menjelang masa pengangkatan kenabiannya. Dalam perlaksanaan Khalwat ini diisi dengan berbagai Mujahadah demi mendekatkan diri kepada Allah swt. Dalam tradisi sebahagian tariqah di rantau Nusantara ini, Khalwat ini lebih dikenali dengan Suluk.


3. Tujuan-Tujuan Lain

Tariqah sebagai kumpulan metode dan kayfiyat prakteh amalan yang menghimpunkan para calon sufi atau Salik, yang kebanyakannya terdiri dari masyarakat yang haus akan rahmat Allah. Untuk tahap awalkedudukan mereka itu berperingkat Mubtadi’in (permulaan), maka dalam tariqah terdapat amalan-amalan yang menyesuaikan kepada keadaan masyarakat awam. Amalan-amalan tersebut bertujuan mengharapkan sesuatu imbalan ataupun pertolongan dalam melaksanakan tujuan pengamalan tersebut.  

Kadang kalanya amalan-amalan inilah yang biasanya memenuhi masa ruang para Salik. Di antara
amalan-amalan tersebut ialah :pertama Wirid. Wirid adalah suatu amalan yang harus dilaksanakan secara
istiqamah (berterusan), pada waktu-waktu yang khusus seperti setiap selesai mengerjakan sembahyang atau pada waktu-waktu tertentu yang lain. Wirid ini biasanya berupa potongan-potongan ayat, selawat atau pun nama-nama Allah.

Perbezaannya dengan zikir adalah kalau zikir itu diijazahkan oleh seorang Mursyid dalam proses Bai’ah atau
Talqin atau Hirqah. Sedangkan wirid tidak semestinya harus diijazahkan oleh seorang Mursyid dan tidak diberikan dalam suatu proses perjanjian (bai’ah). Sedangkan dari sudut tujuan juga memiliki perbezaan antara keduanya. Zikir hanya dilakukan satu-satunya untuk mendekatkan diri kepada Allah swt, sedangkan wirid biasa dikerjakan untuk kepentingan-kepentingan tertentu yang lain, umpama memohon keberkahan rezeki, pertolongan dan sebagainya.

Kedua Ratib. Ratib adalah amalan yang harus diwiridkan oleh para pengamalnya. Tetapi Ratib ini merupakan kumpulan dari beberapa potongan ayat atau surah-surah pendek yang digabungkan dengan bacaan-bacaan lain seperti Istighfar, Tasbih, Selawat, Asmaul Husna, Kalimah Thayyibah dalam suatu jumlah yang telah ditentukan dalam pengamalan yang  khusus.

Ratib ini biasanya disusun oleh seorang mursyid besar dan diberikan secara ijazah kepada para muridnya. Ratib ini juga biasa diamalkan oleh seorang dengan tujuan untuk meningkatkan kekuatan rohani dan merupakan wasilah (perantaraan) dalam doa untuk kepentingan hajat-hajat yang khusus.

Ketiga Hizib. Hizib pula adalah suatu doa yang panjang, dengan susunan perkataan dan bahasa yang indah disusun oleh seorang sufi besar. Hizib ini biasanya merupakan doa pelindung bagi seorang sufi yang juga diberikan kepada muridnya secara ijazah. Hizib diyakini oleh kebanyakan masyarakat Islam sebagai amalan yang dimiliki daya yang sangat besar terutama jika diperhadapkan dengan ilmu-ilmu ghaib dan kesaktian.

keempat manaqib. Manaqib sebenarnya adalah biografi seorang sufi besar atau wali Allah seperti As-Syeikh Abdul Qadir Jailani dan Syeikh Bahauddin An-Naqsyabandi. Diyakini oleh para pengamal tariqah sebagai mempunyai suatu kekuatan rohani dan barakah. Bacaan manaqib ini seringkali dijadikan sebagai amalan, terutama untuk mengingati sejarah dan perjuangan para waliyullah dan untuk tujuan terkabulnya segala hajat-hajat yang baik dan khusus.


Secara rumusan, pokok dari semua Tariqah itu ada lima : Pertama – Mempelajari ilmu pengetahuan yang bersangkut paut dengan perlaksanaan segala perintah-perintah syara’. Kedua – Mendampingi guru-guru dan teman setariqah untuk melihat bagaimana cara melakukan sesuatu ibadah. Ketiga – Meninggalkan segala Rukhsah dan Ta’wil untuk menjaga dan memelihara kesempurnaan amal. Keempat – Menjaga dan mempergunakan waktu serta mengisikannya dengan segala wirid dan doa guna kekhusyukan dan kehadiran jiwa. Dan kelima – Mengekang diri, jangan sampai keluar melakukan hawa nafsu dan supaya diri itu terjaga daripada kesalahan. (Ubes dari berbagai sumber)


Minggu, 26 Oktober 2014

TASAWUF DALAM ISLAM



Muqoddimah

Islam agama ajaran yang universal, menyangkut berbagai segi, baik jasmani dan rohani, fisik dan non fisik, lelaki–perempuan, orang tua dan anak-anak, masalah ibadah, keyakinan aqidah tauhid, muamalah, jinayat uqubat, munakahat, waratsat, dan semua masalah duniawi dan ukhrowi. Keunivesalan ini tentu saja akan menarik perhatian si penganut ajaran (muslim) sendiri, bahkan pihak lawan sekalipun (kaum non muslim). Untuk memahami seluk beluk Islam, seorang muslim dituntut untuk lebih banyak menggali dengan metode nalar istiqra di satu sisi, dan sisi lainnya kajian sam’iyah dari sanad-sanad yang tersusun rapi.

Pesan-pesan dilalah tsubut ajaran Islam yang tertuang dalam kitabnya, Al-Qur’an dan al-Haditsnya, di satu sisi dilalahnya sudah nyata terungkap, dan sisi lainnya oleh pihak kaum muslim yang lain masih awam), dilalah tsubut tersebut masih dianggap tersembunyi. Inilah salah satu sebab kaum muslim terus menggali dan memahami pesan-pesan tersebut, hingga akhirnya timbul metode baru atau ilmu baru bagaimana merefleksikan ajaran Islam secara paripurna.

Perkembangan pemahaman dan pengamalan kaum muslimin terhadap semua ajarannya, tak hanya sebuah cerita ritual, melainkan justru mengasilkan ilmu-ilmu baru. Ilmu pengetahuan baru inilah yang menyebabkan lahirnya beberapa disiplin ilmu pengetahuan dalam Islam, dimana salah satu di antaranya adalah lahirnya ilmu tasawuf yang akan dibahas dalam isi makalah ini. Sesungguhnya,  Ilmu tasawuf  ialah salah satu cabang dari ilmu-ilmu Islam yang utama, seperti halnya ilmu Tauhid (Ushuluddin) dan ilmu Fiqih. 

Dalam ilmu Tauhid akan dibahas tentang soal-soal i’tiqad (kepercayaan) mengenai hal ketuhanan, kerasulan, hari akhir, ketentuan qadla’ dan qadar Allah  dan sebagainya. Ilmu Fiqih ini lebih membahas tentang hal-hal ibadah yang bersifat dhahir (lahir), seperti soal shalat, puasa, zakat, ibadah haji dan sebagainya. Sedangkan ilmuTasawuf lebih membahas soal-soal yang bertalian dengan akhlak, budi pekerti, amalan ibadah yang bertalian dengan masalah bathin (hati), seperti: cara-cara ihlash, khusu’, taubat, tawadhu’, sabar, redhla (kerelaan), tawakkal dan yang lainnya.


Dari paparan diatas, kiranya sangat perlu kita pahami beberapa materi yang terkait dengan tasawwuf ini, namun kali ini sebagai langkah awal dibatasi pada beberapa hal, anata lain: a)  Apa pengertian ilmu Tasawuf?, b) Apa saja pokok-pokok ajaran Tasawuf?, dan c) Bagaimana kedudukan ilmu Tasawuf dalam Islam?


1. Pengertian Ilmu Tasawuf

Pengertian Tasawuf, agar tercapai pada maksud, baiklah kita bagi dua pengertian, pertama secara etimolosgis dan kedua terminologis. Kata tasawuf berasal dari musytaq تصوف ,  secara etimologi dari kata "suf" (صوف), yang berarti pakain dari wol, ini merujuk kepada jubah sederhana yang dikenakan oleh para asetik Muslim, namun tidak semua Sufi mengenakan jubah atau pakaian dari wol. Teori etimologis yang lain menyatakan bahwa akar kata dari Sufi adalah Safa (صفا), yang berarti kemurnian. Hal ini menaruh penekanan pada kemurnian hati dan jiwa. Teori lain mengatakan bahwa tasawuf berasal dari kata Yunani theosofie artinya ilmu ketuhanan.

Dalam pemahaman yang lain menyarankan, masih pengertian etimologis, bahwa kata Sufi berasal dari "Ashab al-Suffa" ("sahabat beranda") atau "Ahl al-Suffa" (orang-orang beranda), yaitu sekelompok muslim pada zaman Rasulullah SAW yang selalu menghabiskan waktu mereka di beranda masjid Nabi, mendedikasikan waktunya untuk berdoa dan berdzikir. Pemahaman inilah menjadi pengertian tasawwuf secara istilah (terminologis)

Tasawuf dalam pengertian istilah (terminologis) adalah ilmu untuk mengetahui bagaimana cara menyucikan jiwa, menjernihan akal, membina akhlaq, membangun mental dhahir dan batin dan untuk memporoleh keseimbangan, kedamaian, dan kebahagian hidup yang abadi.


2. Pokok-pokok Ajaran Tasawuf

Sebagai sebuah ilmu, Ilmu Tasawuf memiliki sistem dan materi kajian yang lebih konprehenship. Manakala ditinjau dari lingkup materi pembahasannya, ilmu tasawuf terbagai menjadi tiga macam, yaitu: Tasawuf Aqidah dan Tasawuf Aqidah

Tasawuf Aqidah, yaitu kajian ilmu tasawwuf yang menekankan pada  masalah-masalah metafisis (hal-hal yang ghaib) meliputi kajian keimanan terhadap Tuhan, adanya Malaikat, Syurga, Neraka dan sebagainya. Karena itu, setiap Sufi menekankan kehidupan yang bahagia di akhirat, mereka memperbanyak ibadahnya untuk mencapai kebahagiaan surga. Untuk mencapai kebahagiaan tersebut, maka Tasawuf Aqidah berusaha melukiskan ketunggalan Hakikat Allah, yang merupakan satu-satunya yang ada dalam pengertian yang mutlak.

Kemudian melukiskan alamat Allah SWT, dengan menunjukkan sifat-sifat ketuhanan-Nya. Salah  satu indikasi Tasawuf Aqidah, ialah pembicaraannya terhadap sifat-sifat Allah, yang disebut dengan “Al-Asman al-Husna”, yang oleh Ulama Tarekat dibuatkan zikir tertentu, untuk mencapai alamat itu, karena beranggapan bahwa seorang hamba (Al-‘Abid) bisa mencapai hakikat Tuhan lewat alamat-Nya (sifat-sifat-Nya).

Tasawuf Ibadah, yaitu Tasawuf yang menekankan pembicaraannya dalam masalah rahasia ibadah (Asraru al-‘Ibadah), sehingga di dalamnya terdapat pembahasaan mengenai rahasia Taharah (Asraru Taharah), rahasia Salat (Asraru al-Salah), rahasia Zakat (Asraru al-Zakah), rahasia Puasa (Asrarus al-Shaum), rahasia Hajji (Asraru al-Hajj) dan sebagainya.

Di dalam kajian tasawuf ibadah, seorang hamba yang melakukan ibadah itu memiliki tingkat dan kafasitas yang terukur levelnya, oleh karena itu si hamba dalam beribadah dibagi menjadi tiga tingkatan, yaitu: 1)  Tingkatan orang-orang biasa (Al-‘Awam), sebagai tingkatan pertama, 2) Tingkatan orang-orang istimewa (Al-Khawas), sebagai tingkatan kedua, dan  3)  Tingkatan orang-orang yang teristimewa atau yang luar biasa (Khawas al-Khawas), sebagai tingkatan ketiga. Kalau tingkatan pertama dimaksudkan sebagai orang-orang biasa pada umumnya, maka tingkatan kedua dimaksudkan sebagai para wali (Al-Auliya’), sedangkan tingkatan ketiga dimaksudkan sebagai para Nabi (Al-Anbiya’).

Dalam Fiqh, diterangkan adanya beberapa syarat dan rukun untuk menentukan sah atau tidaknya suatu ibadah. Tentu saja persyaratan itu hanya sifatnya lahiriah saja, tetapi Tasawuf membicarakan persyaratan sah atau tidaknya suatu ibadah, sangat ditentukan oleh persyaratan yang bersifat rahasia (batiniyah). Oleh karena itu, menurut  Ulama Tasawuf sering mengemukakan kalsifikasi ibadah menjadi beberapa bagian, misalnya thaharah dibaginya menjadi empat tingkatan: 1)  Taharah yang sifatnya mensucikan anggota badan yang nyata dari hadath dan najis, 2) Taharah yang sifatnya mensucikan anggota badan yang nyata dari perbuatan dosa, 3) Taharah yang sifatnya mensucikan hati dari perbuatan yang tercela, dan 4)  Taharah yang sifatnya mensucikan rahasia (roh) dari kecendrungan menyembah sesuatu di luar Allah SWT.

Kajian Tasawuf selalu menelusuri persoalan ibadah sampai kepada hal-hal yang sangat universal, konprehensip, mendalam, dan bersifat rahasia. Oleh karena itu, maka ilmu ini sering dinamakan Ilmu Batin, sedangkan Fiqh sering disebut Ilmu Zahir.

Tasawuf Akhlaqi, yaitu Tasawuf yang menekankan pembahasannya pada budi pekerti, yang menghantarkan manusia mencapai pada kesimbangan moralitas, keserasian hati sanubari untuk mencapai kebahagiaan dunia dan akhirat.

Dalam kaitan ini, seorang yang mau merambah menelusuri kajian tasawuf akhlaqi ia harus memahami dan menyelami beberapa masalah akhlaq mahmudah, antara lain: 1) Bertaubat (At-Taubah); yaitu keinsafan seseorang dari perbuatannya yang buruk, sehingga ia menyesali perbuatannya, lalu melakukan perbuatan baik, 2)  Bersyukur (Asy-Shukru); yaitu berterima kasih kepada Allah, dengan mempergunakan segala nikmat-Nya kepada hal-hal yang diperintahkan-Nya, 3) Bersabar (Ash-Sabru); yaitu tahan terhadap kesulitan dan musibah yang menimpanya, 4) Bertawakkal (At-Tawakkul); yaitu memasrahkan sesuatu kepada Allah SWT. Setelah berbuat sesuatu semaksimal mungkin untuk mencapai tujuan, dan 5) Bersikap ikhlas (Al-Ikhlas); yaitu membersihkan perbuatan dari riya (sifat menunjuk-nunjukkan kepada orang lain, demi kejernihan perbuatan yang kita lakukan).

Jika dilihat sepintas hampir sama dengan kajian akhlak, akan tetapi sesungguhnya berbeda, jika pembicaraan akhlak menuju kepada pembahasan yang lebih kepada mengemukakan indikasi lahiriyahnya saja, maka di dalam kajian Tsawwuf lebih dalam lagi, yaitu hingga menelusuri kerahasiaannya.

Misalnya, pembicaraan taubat, syukur, sabar, tawakkal dan ikhlas, dibahas dengan mengemukakan indikasi lahiriyahnya saja, maka hal itu termasuk lingkup pembahasan akhlaq, tetapi bila dibahasnya sampai menelusuri rahasianya, maka hal itu termasuk Tasawuf. Sehingga dari sinilah kita dapat melihat perbedaan Akhlaq dengan Tasawuf, namun dari sisi lain dapat dilihat kesamaannya, yaitu keduanya sama-sama tercakup dalam sendi Islam yang ketiga (Ihsan).

Dalam tatanan realitas, sisi corak pemikiran konsepsi (teori-teori) yang terkandung di dalam kajian tasawwuf,  hal itu bisa menjadi Tasawuf Salafi, Tasawuf Sunni dan Tasawuf Falsafi. Dalam Tasawuf Salafi dan Tasawuf Sunni, system peribadatan dan teori-teori yang digunakannya sama dengan yang telah dilakukan oleh Ulama-Ulama Salaf, sehingga kadang-kadang Tasawuf Sunni disebut juga Tasawuf Salafi.

Akan tetapi, berbeda dengan Tasawuf Falsafi, ajarannya sudah dimasuki oleh teori-teori Filsafat,  misalnya dipengaruhi oleh Filsafat Yahudi,; Filsafat Kristen dan Filsafat Hindu. Oleh karenanya, tidak sedikit ajarannya yang hampir sama dengan agama yang mempengaruhinya, terutama konsepsi yang digunakan untuk mendapat hakikat ketuhanan, kita kenal dengan istilah “Al-Hulul” (larutnya sifat ketuhanan ke dalam sifat kemanusiaan), “Al-Ittihad” (leburnya sifat hamba dengan sifat Allah), “Wihdatu al-Wujud” (menyatunya hamba dengan Allah) dan sebagainya. Inilah istilah bahasa yang menjadi masalah krusial dan folemik, karena adanya ajaran Mistik umat-umat terdahulu, yang telah ditransformasikan oleh Ulama Tasawuf ke dalam Islam. 

Barangkali ada tata caranya yang sudah dikembangkan oleh Ulama Tasawwuf yang ditentukan sebagai ajaran Tarekat pada masa sesudahnya yang akhirnya tidak persis sama dengan Tasawuf yang telah dipraktekkan oleh Ulama Sahabat dan Tabin di abad pertama dan kedua Hijriyah. Tentu saja, perkembangannya itu hanya sekedar memenuhi tuntutan zaman yang dilaluinya, sedangkan prinsipnya tidak bertentangan dengan pengalaman Ulama-Ulama Salaf


3. Kedudukan Ilmu Tasawuf dalam Islam

Diakui bahwa tidak ada satupun ayat atau Hadith yang memuat kata Tasawuf atau Sufi, karena istilah ini baru timbul ketika Ulama Tasawuf berusaha membukukan ajaran itu, dengan bentuk ilmu yang dapat dibaca oleh orang lain. Upaya Ulama Tasawuf memperkenalkan ajarannya lewat kitab-kitab yang telah dikarangnya sejak abad ketiga Hijriyah, dengan metode peribadatan dan istilah-istilah (symbol Tasawuf) yang telah diperoleh dari pengalaman batinnya, yang memang metode dan istilah itu tidak didapatkan teksnya dalam Al-Qur’an dan Hadith.

Tetapi sebenarnya hal tersebut, didasarkan pada beberapa perintah Al-Qur’an dan Hadith. Ulama Tasawuf membuat suatu metode untuk melakukannya dengan istilah “Suluk”. Karena kalau tidak didasari dengan metode tersebut, maka tidak ada bedanya dengan akhlaq mulia terhadap Allah. Jadi bukan lagi ajaran Tasawuf, tetapi masih tergolong ajaran Akhlaq.

Tasawuf merupakan pengontrol jiwa dan membersihkan manusia dari kotoran-kotoran dunia di dalam hati, melunakan hawa nafsu, sehingga rasa takwa hadir dari hati yang bersih dan selalu merasa dekat kepada Allah. Tujuan tasawuf itu menghendaki manusia harus menampilkan ucapan, perbuatan, pikiran, dan niat yang suci bersih, agar menjadi manusia yang berakhlak baik dan sifat yang terpuji, sehingga menjadi seorang hamba yang dicintai Allah swt. Oleh karena itu, sifat-sifat yang demikian perlu dimiliki oleh seorang muslim.


Namun, dengan bertasawuf, seseorang akan bersikap tabah, sabar, dan mempunyai kekuatan iman dalam dirinya, sehingga tidak mudah terpengaruh atau tergoda oleh kehidupan dunia yang berlebihan dengan bersikap qonaah, yaitu sabar dan tawakal, serta menerima apa yang telah diberikan Allah walaupun sedikit. Sehingga, Tasawuf betul-betul mendapatkan perhatian yang lebih dalam ajaran Islam, walaupun sebagian ulama fikih menentang tasawuf ini, karena dianggap bid'ah dan orang yang mempelajarinya telah berbuat syirik, karena tidak berpedoman kepada Al-Quran dan Sunnah.

Banyak ayat-ayat Al-Quran dan hadits yang memerintahkan manusia supaya bertobat, sabar, tawakal, bersikap zuhud, ikhlas dan ridha kepada Allah swt, serta membersihkan diri dengan berzikir kepada Allah. Sebagaimana Allah swt, berfirman:

“Sesungguhnya berbahagialah orang yang membersihkan diri, dan ia ingat nama Tuhannya, lalu dia sembahyang.” (QS. Al- A'la: 14-15)

Ulama Tasawuf membuat tata cara peribadatan untuk mencapai tujuan Tasawuf, didasarkan atas konsepsi dan motivasi beberapa ayat Al-Qur’an dan Hadith, antara lain berbunyi:
 “Sesungguhnya kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya. Kemudian kami kembalikan dia ke tempat yang serendah-rendahnya (neraka).” (Q.S. At-Tiin: 4-5)

 “Hai orang-orang yang beriman; berdhikirlah (dengan) menyebut (nama) Allah, dhikir yang sebanyak-banyaknya. Dan bertasbhilah kepada-Nya di waktu pagi dan petang.”(Q.S. Al-Ahzab: 41-42)

 “Sembahlah Allah, seolah-olah engkau melihat-Nya; maka apabila engkau tidak dapat melihat-Nya, maka Ia pasti melihatmu. (H. R. Bukhary Muslim, yang bersumber dari Abu Hurairah)

Dalam ayat pertama, diterangkan bahwa manusia diciptakan oleh Allah dengan sebaik-baik kejadian, namun karena perbuatan manusia itu sendiri, maka Allah mengembalikannya kepada tempat yang sangat hina. Tempat inilah yang dimaksudkan oleh Sufi sebagai neraka. Untuk menghindarinya, maka Sufi membuat tata cara mengabdikan diri kepada Allah, yang disebut dengan “Suluk”, di mana di dalamnya diwarnai oleh zikir, sebagaimana anjuran dalam ayat kedua di muka, dengan kalimat “Udzkurullah Dzikran Katsiira”… Sehingga Salik (peserta suluk) dapat mencapai tujuan Tasawufnya, yang disebut Ma’rifah; yaitu suatu pengenalan batin terhadap Allah, yang disebut dalam hadith di muka, sebagai perkataan pengabdian hamba kepada Allah, yang seolah-olah dapat melihat-Nya (A’budillah Kannaka Tarahu …).

Bukankah kita ingin dekat dengan Allah sedekat-dekatnya, serta merasa dekat dengan-Nya? Oleh karena harus ada penyucian diri dengan selalu berusaha membersihkan hati, supaya kita memperoleh jiwa yang tenteram dan menjadi orang yang bahagia hidup di dunia dan akhirat. Seperti halnya Rasulullah saw, beliau adalah pembesar dari seluruh ahli tasawuf yang berdaya upaya dengan sangat kepada kesucian hati serta menjauhi dari sifat-sifat hati yang jelek. Jadi, seorang hamba bisa dekat dengan Allah, yaitu dengan bertasawuf. Dengan demikian tasawuf memiliki Kedudukan yang penting dalam ajaran Islam tergantung kita dalam mempelajari dan memahaminya.

  
Kesimpulan

Ilmu Tasawuf adalah suatu ilmu untuk mengetahui bagaimana cara menyucikan jiwa, menjernihkan hati, membina akhlaq, membangun mental dhahir dan batin, untuk memporoleh keserasian, keseimbangan, kebahagian hidup yang abadi.

Pada awalnya tasawuf merupakan gerakan zuhud, dengan merepleksikan segala ajaran syariat Islam secara kaffah, dengan meninggalkan segala bentuk karakter diri yang tidak relefan dengan kaidah Islam, yang kemudian dalam perkembangannya tasawuf mempunyai kedudukan sangat penting dalam ajaran Islam itu sendiri. Dalam hal ini  kedudukan Tasawuf berada pada sendi Ihsan, yang berfungsi untuk memberi warna yang lebih mendalam bagi sendi Aqidah dan sendi Syari’ah Islam. (Ubes Nur Islam dari berbagai sumber)