I’rab, secara bahasa, berarti lambang
atau tanda baris. Dalam Ilmu Nahwu, berarti lambang yang menandakan sebuah
tanda baca atau menyuarakan huruf konsonan arab (huruf hijaiyah) yang berbunyi
tertentu (vokal). Misalnya suara A, I, U, AN, IN,UN dan atau hilangnya suara
konsonan huruf hijaiyah karena waqaf, sukun dan hadzfun nun.
Dalam istilah tasawwuf,
pengertian I’rab berarti lambang sebuah gerakan (fi’liyah) pada sebuah gerakan
badani, baik jasad jasmani maupun ruhani, yang meliputi gerak anggota tubuh
(gerak arkan), gerak qauliyah dan gerak qalbiyah.
Gerak tubuh adalah semua
gerakan yang dilakukan oleh seluruh anggota badan, anggota tubuh (tangan, kaki,
kepala, awak, termasuk panca indra). Apa yang dilakukan anggota tubuh itulah
gerak arkan (fi’liyah). Sementara gerak
qauliyah adalah gerak lisan (mulut) saja. Dan yang terakhir adalah gerak
qalbiyah, yakni gerakan yang dilakukan oleh hati sanubari (qalb).
Jadi keberadaan manusia,
eksistensinya terukur oleh tiga gerakan yang dilakukan oleh anggota tersebut di
atas. Manakala ia bergerak, maka itulah gerakannya. Sebaliknya, manakala ia
diam, baik semuanya atau salah satunya, maka keberadaanya otomatis tidak dapat
diperhitungkan lagi.
Berikut ini ada beberapa tanda
yang menunjukkan bahwa tubuh manusia itu bergerak elastis dan fleksibel, yang
disitilahkan oleh al-ghazali sebagai irab. Namun demikian, al-ghazali menyoroti
gerakan tubuh ini hanya pada gerakan hati.
Menurutnya, gerakan hati yang
disebut I’rab hati, dapat ditandai dengan empat macam karakter.
Antara lain:
1. rafa'
(terangkat)
2. fatha
(terbuka)
3. khafadz
(turun)
4. waqaf
(berhenti/mati)
Rafa' (terangkat), artinya
hati bisa disebut bergerak manakala hati itu melakukan dzikir kpd Allah, pada
setiap detiknya, tanpa adanya sesuatu yang lainnya. Hati selalu konsentrasi
memadu kasih ingat akan Allah selalu.
Tanda karakter rafa' hati ada
3, yaitu meliputi:
Pertama, ada kecocokan, artinya segala gerak langkah hidup dan
kehidupannya selalu sinergis berjalan seimbang antara keinginan Allah dan
keinginan yang dilakukan dia. Hukum-hukum Allah berjalan di sanubarinya. Segala
perintah, kewajiban, sunnah, mustahab dan mubah (jaiz) berjalan seiring dengan
tertib dan sistemik sesuai aturan Allah.
Kedua, hilangnya penyimpangan, artinya bentuk segala gerak dan
tingkah laku sama sekali tidak kontra diktif dengan hukum-hukum Allah. Segala bentuk
hukum haram, makruh, yang terlarang, segala bentuk kedzaliman, kekufuran,
munafik, akhlaq madzmumah sangat terjauh darinya.
Ketiga, lestarinya kerinduan, artinya segala apa yang terbetik di
dalam hatinya hanya suasana kerinduan ilahiyah. Setiap langkah dan geraknya
menjadi motivasi untuk mencapai cinta kasih dari Allah, kerinduan akan ridha,
rahmat dan maghfiroh, yang dibungkus dengan khof dan roja menjadi kesahduan,
setiap langkahnya. Kerinduan dirinya diaflikasikan dengan melakukan berbagai amaliyah
dzikir, riyadhoh, taqarrub, dan mujahadah kepada Allah.
Fath (terbuka), artinya hati
adalah selalu terbuka luas menerima fasilitas yang tersedia dan realitas yang
ada, tanpa sedikit pun merasa menolaknya, walaupun yang didapatkannya sangat
minus, kecil, tak memadai, dan bahkan
menyakitkan secara kasat mata. Artinya ia rela dan ridho kepada taqdir dari
Allah.
Tanda karakter Fath hati ada 3, yaitu meliputi:
Pertama, kepasrahan, artinya segala tidakan dan fenomena hidupnya
diserah terimakan kepada Allah. Bentuk amaliah badani dan ruhaniyah diserahkan
kepada Allah, tanpa memikul keinginan apa pun atas segala bentuk perbuatan yang
dilakukannya. Termasuk segala apa yang tersaji dan yang diterima dari Allah,
dia terima secara ikhlas, tanpa mengeluh, bahkan dia banyak bersyukur terhadapa
apa yang dia dapatkan.
Kedua, kejujuran, artinya segala tingkah laku dan gerak badani, yang
berupa amliyah itu, dilakukan setulus hatinya tanpa ada tujuan material duniawi
sedikit pun atau karena ingin terlihat oleh pandangan makhluk apa pun. Semua hanya
jujur karena Allah saja. Pengabdian tulus kepada Allah.
Ketiga, keyakinan, artinya segala perbuatannya hanya kepada Allah. Dia
yakin hanya Allah yang mampu menilai baik buruk perilakunya. Oleh karena ia
takut dan sekaligus mengharap kepada Allah. Hanya Allah segala apa yang dia
lakukan, tidak lain.
Khafadz (turun), artinya hati
adalah selalu sibuk dgn selain Allah. Merupakan kebalikan dari rafa. Fenomena hati
dalam keadaan ini cenderung melupakan Allah. Banyak melakukan penyimpangan yang
dilakukan tubuh (baik fisik maupun ruhaninya). Ia terlalu sibuk memikirkan
hal-hal duniawi, mulai harta, tahta, wanita, anak-anak, namun ia masih tetap
ingat kepada Allah, walau pun ingatannya sesekali terganggu oleh hawa dunyawi.
Tanda Karakter khafadz hati
ada 3, yaitu meliputi :
Pertama, bangga diri, artinya karakter pribadi orang type ini
selalu membanggakan diri, sombong, takabbur, tak pernah mau mengalang, ingin
selalu dipandang hebat dan wah, segala sesuatunya dialah yang paling baik,
paling super dan tak terkalahkan, tak ada bandingnya.
Kedua, pamer, artinya secara otomatis karakter selanjutnya ia
selalu memamerkan segala hasil karya perbuatannya, walaupun perbuatannya kadang
tak sebanding dengan sifat takabburnya. Ucapan dan tindakannya melebihi karya
yang sebenanya. Andaikan ia beribadah atau beramal, tiada lain kecuali bersifat
simbolik, hanya ingin terlihat bahwa ia ada di dalam lingkup majlis tersebut,
atau ia juga masuk pada golongan mereka.
Ketiga, tamak, yaitu selalu memperhatikan dunia, rakus dan sama
sekali tidak peduli kepada sesamanya. Yang dilihat adalah kelebihan dari apa
yang dia lakukan, kerjakan. Segala sesuatu perbuatan harus bernilai materila. Bukan
keridhoan atau balik kasih dari Allah. Segala upaya dianggap buah karyanya
tanpa mengingat itu dari karunia dan pemberian Allah.
Waqaf (berhenti/mati), artinya hati adalah lalai dari Allah. Merupakan kebalikan dari Fath. Fenomena hati dalam keadaan ini cenderung melupakan Allah atau sama sekali mengingkari-Nya. Banyak melakukan penyimpangan lebih sadis dan radikal, yang dilakukan tubuh (baik fisik maupun ruhaninya). Ia terlalu pesimis dan aptis terhadap Allah. Ia tidak lagi mengindahkan Allah. Ia lebih memilih jalan hawa nafsunya, lebih sibuk memikirkan segala sesuatu tindakan yang menimbulkan tingkat mubazir dan membahayakan diri dan orang lain, seperti banyak tidur dan melalum, thulul amal. Bahkan berfikir selalu melakukan makar dan berbuat jahat (dzalim). Aktifitas menuju Allah terhenti total.
Tanda Karakter waqaf hati ada
3, yaitu meliputi :
Pertama, hilangnya rasa manis dalam ketaatan, artinya karakter ini
menunjukan, bahwa segala perbuatannya sudah tidak mampu merasakan apaun kecuali
rasa duka, payah, dan pahit. Ibadah hanya merupakan beban yang sangat
memberatkan saja. Bahkan ibadah menjadi bumerang dan sesuatu yang menjijikan dan
menjengkelkan. Lebih dari itu ia bahkan mencegah orang berbuat kebaikan. Ia dendam
dengan segala bentuk kebaikan. Ia mati rasa terhadap segala hal kebaikan. Ia cuek
dan apatis bahkan membencinya.
Kedua, tiadanya rasa pahit dalam kemaksiatan, artinya ia merasa
lebih bangga terhadap keburukan dan kemaksiatan, justru sebaliknya ia merasa
bodoh, hina dan kumuh bila melakukan kebaikan seperti yang dilakukan ahli
sholihin. Tak heran, seringkali dia mencaci maki dan mencibir orang-orang solihin
yang dilihatnya. Kalimat nasihat islami dan baik dianggapnya gogogan anjing,
yang tak berguna sama sekali, bahkan dianggapnya celotehan yang menjijikan.
Ketiga, ketidak jelasan kehalalan, artinya makanan dan minuman
termasuk seluruh aktifitasnya tidak lagi selaras dengan hukum Allah. Ia lebih
memilih segala perbuatannya terukur oleh hawa nafsu dan kebejatan moralnya,
budaya jahat dan kedzaliman merupakan hiasan sehari-hari. Tak enak jika tidak
menjahati orang lain. Tak enak jika tidak melakukan kejahatan atau kejaliman
baik untuk dirinya maupun orang lain. Ia tidak faham lagi apa itu baik dan
buruk. Baik dan buruk diukur oleh ukuran kemauan nafsunya saja. Wallahu a'lam. (ubes
nur islam)
0 komentar:
Posting Komentar